Kampus ITS, Opini – Selepas bangun tidur setiap pagi, pikiranmu bergegas mengatur rencana di hari tersebut. Kemudian, memantau laptop ditemani playlist tembang favoritmu. Tak luput, secangkir kopi panas turut menanti, bersiap menyelesaikan ragam tugas. Namun, harimu tak berjalan sesuai rencana karena datangnya distraksi kerja sepanjang hari. Mentari terbenam, nyatanya hanya sedikit membuat kemajuan, tak sama seperti yang kamu harapkan. Familiar bukan?
Ketika kamu merasa sepanjang harimu tak berguna dan menyebalkan karena tak cukup memenuhi rencana di hari itu, mari berkenalan dengan productivity shame. Sosok tengil yang memberikan sugesti pada kita bahwa sebanyak apa pun banyak kerjaan yang sudah kita selesaikan, rasanya tak akan pernah cukup. Hal tersebut turut membuat kita tidak bisa istirahat dengan tenang. Gelisah dihantui rasa bersalah telah membuang-buang waktu.
Terlebih di era modern dalam bekerja saat ini, terpampang dengan kondisi pandemi yang mengharuskan untuk bekerja dari rumah. Menjadikan hilangnya garis batas kegiatan yang harus kita selesaikan dalam satu harinya.
Selalu ada pesan demi pesan yang harus dijawab, ide yang harus dieksplorasi, atau pun pertemuan yang harus diikuti. Tak jarang, banyak orang yang merasa dirinya tak dapat berhenti bekerja. Bahkan, di malam hari atau saat akhir pekan sekalipun.
Ditambah lagi dengan kemudahan berbagai aplikasi yang dapat menciptakan efisiensi kerja. Kian menuntut kita bekerja lebih cepat dan keras. Alhasil, kita pun cenderung membentuk ekspektasi yang terlalu tinggi, lalu menyalahkan diri sendiri saat tak dapat meraihnya. Demikianlah hari-harimu pun akhirnya terhanyut dengan kesibukan tak terbatas.
Hanyut di Balik Nama Produktivitas?
Kita merasa bahwa harus menggunakan setiap detik dan menit dalam sepanjang hari untuk menjadi produktif. Kendati yang dapat kita peroleh seringkali malah lupa waktu makan, menomorduakan istirahat, tetap on-power sepanjang hari dengan terus terlihat sibuk. Masalahnya, kesibukan tidak selalu sepadan dengan produktivitas. Hal itu karena output pekerjaanmu bukan menjadi penentu sebuah kualitas kerja yang baik.
Tindakan sederhana untuk sedikit memperlambat ritme kerja dapat membuat kita lebih produktif dan menjadikannya sejalan dengan prioritas kita. Akan tetapi, seringkali lebih memilih untuk tenggelam jauh dalam kesibukan.
Daripada menilai produktivitas sebagai sebuah kesibukan, baiknya kita perlu mengukur produktivitas sebagai waktu untuk menyelesaikan hal yang tepat. Lawan dari kesibukan bukan sekadar manajemen waktu yang payah, tetapi lebih kepada menyoal aktualisasi dari prioritas dan tujuan yang kita punya.
Mengentaskan Diri dari Productivity Shame
1. Ubah pikiran tentang produktivitas
Kalau masih menyamakan produktivitas dengan sebuah mesin produsen barang tanpa henti, maka dengan hanya membalas ribuan pesan masuk tak bermakna pun dapat tergolong demikian. Namun tidak, produktif adalah ketika kita mampu mengerjakan hal yang tepat pada waktu yang tepat. Jika dirimu mulai merasa kewalahan dengan kesibukanmu, tanyakan kembali pada dirimu, “Apakah kamu sedang mengerjakan hal yang tepat?”.
2. Belajar berkata “tidak!”
Bertindaklah jujur pada diri sendiri untuk mengukur secara realistis apakah kamu bisa menyelesaikan pekerjaan tertentu atau tidak. Komunikasikan pada pihak terkait jika kamu merasa kewalahan. Cara terbaik untuk tahu kapan harus berkata ya atau tidak adalah dengan mengukur seberapa lama untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut secara detail.
3. Tahun kapan harus istirahat
Buatlah aturan shutdown yang memberikan pengingat pada dirimu bahwa sudah saatnya istirahat. Kamu akan mendapatkan hari-hari yang ditutup dengan energi positif yang masih tersisa. Setidaknya untuk melanjutkan aktivitas di hari esok. Seperti halnya, kamu dapat membersihkan meja kerja ataupun membuat to-do-list.
4. Atur waktu menyendiri untuk refleksikan harimu
Kuncinya adalah dengan jauhkan sejenak dirimu dari pengaruh sekitar, seperti berselancar di media sosial ataupun mendengarkan podcast. Kegiatan tersebut tentu dapat membuatmu lelah dan kamu tidak sadar akan hal tersebut.
5. Terapkan 5×5 Process untuk memuaskan produktivitas
Dimulai dengan lima menit merencanakan aktivitasmu di pagi hari, berlanjut dengan menentukan lima target yang akan menuntunmu untuk menyelesaikan target harian. Kemudian, luangkan lima waktu dalam sehari untuk fokus dan berkonsentrasi. Jangan lupa untuk mengulas lima targetmu tadi di penghujung hari. Serta yang utama dan jangan sampai terlewat adalah luangkan waktu lima menit untuk merayakan keberhasilanmu menjadi produktif.
Begitulah sedikit ulasan dari hal yang seringkali kita alami, namun tak pernah kita sadari dan cari solusinya. Pada intinya, ingatkan pada dirimu bahwa ketika harimu tak berjalan sesuai ekspektasi, cukup jadikanlah pelajaran dan jangan disesali.
Ditulis oleh:
Astri Nawwar Kusumaningtyas
Mahasiswa S-1 Departemen Teknik Kimia
Angkatan 2019
Redaktur ITS Online
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan
Kampus ITS, ITS News — Proses pembuatan batik sebagai warisan tanah air seringkali melibatkan penggunaan zat pewarna sintetis yang
Kampus ITS, ITS News — Terdapat lebih dari 13.000 sumur minyak terbengkalai di Indonesia yang memiliki potensi sebagai sumber energi
Kampus ITS, ITS News — Dalam upaya memperkenalkan pentingnya sertifikasi halal, tim Kuliah Kerja Nyata pengabdian Masyarakat (KKN Abmas)