Kampus ITS, Opini — Tepat pada 21 April 1879, lahir sosok wanita visioner yang gigih memperjuangkan hak-hak wanita terutama pada segi pendidikan. Hari ini, lebih dari satu abad setelahnya, diperingati sebagai momentum yang mengingatkan kita akan terbebasnya hak wanita dari penindasan. Lantas, hal apa yang dapat kita lakukan untuk memperingati hari bersejarah perjuangan hak wanita ini?
Menyelam lebih dalam tentang sosok wanita berdarah ningrat ini, Kartini adalah sosok yang haus akan ilmu pengetahuan. Hari-harinya diisi dengan membaca segudang buku pengetahuan. Hingga di suatu waktu, dirinya harus terantuk pada tradisi yang mengikat. Dimana setelah Kartini lulus dari sekolah dasar, ia diperintahkan ayahnya untuk menjalani pingitan sebagaimana anak perempuan Jawa di masa itu.
Kartini kecil gusar dengan adat istiadat yang menahan kebebasan wanita tersebut. Namun, hal ini tak lantas membuat Kartini merasa terbelenggu. Sebaliknya, ia semakin mengasah keterampilan sastranya hari demi hari. Tak berhenti disitu, ia belajar menimba ilmu sendiri dan saling berkirim surat dengan sahabat penanya yang berada di Belanda yaitu Estella Zeehandelaar. Stella dan Kartini saling mengenal pada tahun 1899, saat Kartini masih berusia 20 tahun.
Dengan intensinya untuk mencari tahu tentang pergerakan perempuan di Eropa, Kartini membuat iklan di majalah Belanda sampai akhirnya dapat berkawan dengan Stella. Kepada Stella, Kartini mencurahkan seluruh pemikiran dan isi hati mengenai kegelisahannya terhadap kondisi diskriminasi ketidakadilan yang dirasakan pribumi. Pun tentang keinginannya memajukan wanita Indonesia. Hingga terkumpulah kumpulan surat yang berceloteh tentang mengangkat derajat wanita yang dipandang sebelah mata melalui buku Habis Gelap Terbitlah Terang.
Kartini terus tumbuh menunjukkan pemikiran yang progresif dan mengagumkan. Dirinya geram melihat rakyat pribumi terus-menerus mengalami penindasan dan perlakuan tidak manusiawi. Dilahirkan sebagai anak bangsawan, menjadikannya melek betul akan belenggu adat istiadat yang dipegang erat dan penindasan golongan dibawahnya. Digambarkan pada film Kartini yang disutradarai Hanung Bramantyo, perempuan Jawa pada abad 19 terbelenggu oleh budaya patriarki.
Torehan perjuangan Kartini dalam emansipasi perempuan tersebut patut menjadikannya sebagai pahlawan nasional. Segala daya upaya ia kerahkan untuk memajukan wanita Indonesia. Mulai dari memperjuangkan akses pendidikan wanita dengan menjadi guru hingga mengajarkan baca tulis. Maka dari itu, sebagai wanita khususnya, sudah sepantasnya kita mempertahankan perjuangan beliau dan terus berjuang menjadi wanita pemberani yang berperan aktif dalam kemajuan bangsa.
Memaknai hari Kartini, bukanlah menjadi seremonial belaka. Lebih dari itu, memaknai hari Kartini semestinya terwujud dengan kerap mengingat perjuangannya sejajar dengan tokoh pahlawan nasional lainnya. Tanamkan dalam diri untuk melanjutkan kiprahnya menjadi sosok pembelajar yang terus-menerus menuntut ilmu meskipun kekurangan sumber pembelajaran. Teruslah memupuk pemikiran merasa haus akan ilmu agar kita tidak semata-mata puas terhadap apa yang kita pelajari.
Ditulis Oleh:
Silvita Pramadani
Mahasiswa S-1 Departemen Manajemen Bisnis ITS
Angkatan 2021
Reporter ITS Online
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan
Kampus ITS, ITS News — Proses pembuatan batik sebagai warisan tanah air seringkali melibatkan penggunaan zat pewarna sintetis yang
Kampus ITS, ITS News — Terdapat lebih dari 13.000 sumur minyak terbengkalai di Indonesia yang memiliki potensi sebagai sumber energi
Kampus ITS, ITS News — Dalam upaya memperkenalkan pentingnya sertifikasi halal, tim Kuliah Kerja Nyata pengabdian Masyarakat (KKN Abmas)