ITS News

Senin, 02 Desember 2024
31 Mei 2022, 14:05

KKN ITS Sosialisasikan Desain Bangunan Ramah Disabilitas

Oleh : itswan | | Source : ITS Online

Diskusi terkait berbagai permasalahan di bangunan publik yang tidak ramah penyandang disabilitas dalam workshop

Kampus ITS, ITS News – Isu masifnya bangunan kurang ramah bagi penyandang disabilitas mendorong tim Kuliah Kerja Nyata (KKN) Departemen Arsitektur, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) giatkan workshop seputar desain universal bagi ragam disabilitas. Dalam rangkaian acara yang berlangsung selama lima hari ini, dihasilkan sebuah laporan tertulis terkait urgensi dan harapan para penyandang disabilitas terhadap bangunan publik di sekitarnya.

Diketuai oleh Dr Arina Hayati ST MT, program pengabdian masyarakat yang dilaksanakan pada 21 Desember 2021 lalu ini berfokus pada penerapan desain bangunan publik yang ramah pengguna. Termasuk bagi para penyandang disabilitas. “Kami ingin mewujudkan hak-hak yang sama antara para penyandang disabilitas dan masyarakat non-disabilitas dalam memanfaatkan bangunan,” tutur Arina.

Kegiatan ini merupakan buntut dari rangkaian kegiatan pengabdian masyarakat yang telah dilaksanakan sejak 2018. Dikatakan oleh Arina, kegiatan pengabdian masyarakat yang dibalut dalam bentuk workshop kali ini diselenggarakan secara daring, berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. “Kami berhasil menggaet lebih dari 200 orang peserta workshop daring,” imbuhnya.

Workshop dilaksanakan dengan mengundang mahasiswa, masyarakat umum, kolega, hingga para penyandang disabilitas untuk mendiskusikan ruang publik yang nyaman dan aman bagi mereka, khususnya dalam bangunan peribadatan. Beberapa poin yang berhasil diraih adalah minimnya aksesibilitas dan banyaknya penghalang fisik yang menghambat para penyandang disabilitas untuk masuk dan beribadah.

 

Fasilitas pegangan di tempat wudhu dan beberapa tempat di bangunan peribadatan sangat membantu penyandang disabilitas daksa dalam beraktivitas

Wanita berkacamata ini memisalkan eksistensi ruang yang minim cahaya dapat menghambat produktivitas penyandang disabilitas tuli. Selain itu, tidak adanya ruang tenang atau quiet room hingga absennya jalur dengan kelandaian tertentu cukup menghambat penyandang disabilitas mental dan daksa. “Hal-hal seperti ini perlu diperhatikan dalam mendesain bangunan peribadatan,” tandasnya.

Dosen Departemen Arsitektur ini kemudian berharap, hasil diskusi yang diperoleh dapat menjadi pedoman dalam mendesain ruang publik yang ideal. Khususnya bagi bangunan peribadatan agar ramah terhadap para penyandang disabilitas. “Dan semoga kegiatan serupa dapat terus dilakukan setiap tahun ke depannya dengan menyasar kelompok marginal,” pungkasnya. (*)

Reporter : Irwan Fitranto

Redaktur: Raisa Zahra Fadila

Berita Terkait