Kampus ITS, Opini – Isu terus bertambahnya limbah elektronik tidak ada hentinya sejak lama. Berdasarkan data dari The Global E-Waste Statistic Partnership, jumlah limbah elektronik pada tahun 2019 mencapai 53,6 juta ton dan akan meningkat 7,7 juta ton dalam lima tahun mendatang.
Salah satu hal paling mendasar yang menyebabkan hal ini terjadi adalah karena gengsi para produsen elektronik yang tidak ingin kalah dari pesaingnya. Kondisi ini juga didukung oleh peran konsumen yang terus ingin menikmati produk terbaru.
Kebanyakan orang akan langsung mengabaikan produk elektronik yang dimilikinya saat sudah rusak, padahal beberapa bagiannya masih dapat digunakan. Misal saja, jika layar laptop yang mengalami kerusakan maka komponen seperti Random Access Memory (RAM) dapat ditambahkan pada laptop yang baru.
Menurut Direktur Promosi Kementerian Kesehatan dan Pemberdayaan Kemenkes, dr Imran Agus Nurali SpKO, jika limbah produk elektronik dibiarkan begitu saja, maka merkuri yang terkandung di dalamnya akan mengontaminasi udara sekitar dan dapat terserap kulit. Kondisi ini dapat berdampak buruk bagi kesehatan, seperti kerusakan sistem saraf pusat, kerusakan paru-paru, bahkan berakibat fatal pada kondisi janin bayi dalam kandungan.
Sekalipun harus dibuang, limbah elektronik perlu dipisahkan dengan limbah lainnya. Sebab, limbah tersebut mengandung banyak bahan berbahaya dan beracun (B3) berupa logam berat yang sulit diurai oleh lingkungan. Sebut saja Polybrominated diphenyl ethers (PBDEs) dan Polybrominated biphenyls (PBBs) yang sekalinya terekspos ke lingkungan dapat masuk ke rantai makanan.
Riset pada tahun 2012 oleh Universitas Emory, AS menyatakan bahwa sembilan juta warga di Michigan, AS, menghadapi risiko lebih tinggi mengalami kanker dibandingkan daerah lain. Pasalnya, pakan daging sapi yang dikonsumsi warga sudah terkontaminasi PBBs yang merupakan salah satu B3 dari limbah elektronik.
Agar jumlah korban akibat limbah elektronik dapat ditekan, pengelolaan produk elektronik harus lebih bijaksana. Sebagai pengguna, kita perlu memaksimalkan penggunaan produk elektronik yang kita miliki. Jika harus dibuang, pastikan limbah elektronik dibuang di tempat yang tepat. Terpenting bagi kita, tundukkan gengsi untuk tidak terus harus memiliki produk terbaru demi mengurangi demand produk elektronik yang berada di pasaran.
Ditulis Oleh:
Faqih Ulumuddin
Mahasiswa S-1 Departemen Teknik Geofisika
Angkatan 2020
Reporter ITS Online
Kampus ITS, ITS News — Dalam upaya memperkenalkan pentingnya sertifikasi halal, tim Kuliah Kerja Nyata pengabdian Masyarakat (KKN Abmas)
Kampus ITS, ITS News — Tim Spektronics dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali sukses mendulang juara 1 pada ajang
Kampus ITS, ITS News — Kurang meratanya sertifikasi halal pada bisnis makanan khususnya pada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM),
Kampus ITS, ITS News — Perayaan Dies Natalis ke-64 Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) telah mencapai puncaknya di Graha Sepuluh