ITS News

Rabu, 13 November 2024
06 Agustus 2022, 22:08

Persaudaraan di Balik Sengketa Kebudayaan, Lumrahkah?

Oleh : itswan | | Source : ITS Online

Ilustrasi ASEAN dengan berbagai tempat dan beragam monumen terkenal di negara-negara anggotanya (sumber:Freepik)

Kampus ITS, Opini – Latar belakang etnik negara-negara di Asia Tenggara yang tak dapat dipisahkan menjadi salah satu penguat tali persaudaraan satu sama lain. Namun, tak jarang pula hal tersebut justru menimbulkan perseteruan antar negara tetangga, sebut saja seperti Indonesia dengan Malaysia. Lantas, pantaskah hal demikian terjadi?

Tak dapat dimungkiri, kesamaan etnik yang berbuntut pada miripnya budaya dan adat di negara-negara Asia Tenggara berhubungan dengan kisah perjalanan nenek moyang Indonesia. Mereka bermigrasi ke negara-negara sekitar Indonesia sejak ratusan tahun lalu. Secara tidak langsung, peristiwa migrasi ini menimbulkan adanya kemiripan budaya Indonesia dengan negara sekitarnya.

Nyatanya, kesamaan budaya ini justru dapat dinilai buruk oleh sebagian masyarakat dan memicu konflik lantaran perbedaan interpretasi asal usul kebudayaan tersebut. Misalnya pada kasus sengketa klaim warisan budaya oleh Malaysia 2007 silam.

Saat itu, Malaysia mengakui tari zapin, rendang, gamelan, reog, dan cendol sebagai budaya. Berbagai cibiran seperti Ganyang Malaysia dan Malingsia menggambarkan reaksi keras dari masyarakat Indonesia kala itu. Hingga puncaknya pada 2009, aksi protes berupa sweeping terhadap warga negara Malaysia dilakukan.

Melihat dampaknya, konflik isu warisan budaya ini cukup mengkhawatirkan. Mengutip pakar sejarah Linda Winarti dalam penelitiannya pada 2014 lalu, konflik warisan budaya yang dibiarkan berlarut-larut dibarengi meningkatnya sensitivitas masyarakat Indonesia terhadap Malaysia mengancam stabilitas kedua negara.

Menyikapi isu warisan budaya Indonesia, sikap yang tepat adalah menerima dan menyadari bahwa beberapa kebudayaan Indonesia dan Malaysia cukup mirip. Mengutip penuturan dosen Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Surabaya (UNESA), Riyadi dalam Kumparan, bukanlah sebuah kesalahan apabila Malaysia mengklaim budaya yang mirip dengan Indonesia lantaran kedua negara ini berada dalam satu rumpun yang sama. 

Selanjutnya, penting bagi masyarakat Indonesia untuk memahami bahwa pemetaan budaya memerlukan waktu yang cukup lama serta keseriusan antarnegara yang bersinggungan. Oleh karena itu, perlu adanya keikhlasan dari masyarakat Indonesia untuk menunggu konfirmasi tersebut.

Di satu sisi, masyarakat Indonesia juga perlu meminimalkan pandangan negatif terhadap kesamaan budaya Indonesia dengan Malaysia, ataupun dengan negara lainnya. Melihat kesamaan budaya sebagai alat untuk membangun hubungan yang baik antarnegara dan masyarakat akan jauh lebih baik.

Salam persaudaraan! Selamat hari ulang tahun ASEAN ke-55! (*)

Ditulis oleh:

Irwan Fitranto
Mahasiswa S-1 Departemen Teknik Lingkungan
Angkatan 2020
Reporter ITS Online

Berita Terkait