Mojokerto, ITS News — Setelah menjelajahi sejarah prasasti Majapahit di Trowulan, kali ini mahasiswa Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) diajak untuk mengenal Petirtaan Jolotundo. Selain menyelami sejarahnya, para mahasiswa juga mempelajari konservasi air pada zaman mataram kuno.
Dosen Pengampu Modul Nusantara ITS, Iska Desmawati SSi MSi, mengungkapkan bahwa perjalanan PMM ITS kali ini mengangkat tema teknologi dan sejarah pada zaman mataram kuno. Karenanya, Setelah menyelami pengetahuan tentang Kota Surabaya dan sejarah majapahit di Trowulan, kali ini mahasiswa PMM diajak mengeksplorasi konservasi air pada zaman mataram kuno di Petirtaan Jolotundo.
Iska mengatakan petirtaan ini memiliki kandungan mineral yang tinggi. Meskipun telah dibangun sejak 997 Masehi, namun, kejernihan, kadar murni, serta kualitas airnya tetap terjaga hingga saat ini. “Konon katanya, candi yang terletak di lereng barat Gunung Penanggungan ini dianggap salah satu tempat suci bagi umat Hindu,” terang dosen Departemen Biologi itu.
Berdasarkan penelitian terkait konservasi air pada zaman mataram kuno, Petirtaan Jolotundo menggunakan teknologi akuifer. Akuifer merupakan suatu batuan atau formasi yang memiliki kemampuan menyimpan dan mengalirkan air tanah dengan jumlah berarti. Untuk dapat berfungsi sebagai akuifer, suatu batuan harus berpori atau berongga yang berhubungan satu sama lain, sehingga dapat menyimpan dan membiarkan air bergerak dari rongga ke rongga. Bebatuan candi di Petirtaan Jolotundo memiliki syarat tersebut.
Lebih lanjut, Iska menyampaikan, ia ingin mahasiswanya memaknai sejarah memberikan arti cinta tanah air dan gotong royong. Di sisi lain, mereka juga belajar keterbatasan bukanlah halangan untuk membangun konservasi air yang berkelanjutan. “Petirtaan Jolotundo adalah saksi bahwa teknologi sederhana mampu menciptakan mata air yang mampu bertahan hingga saat ini,” pungkas Iska
Salah satu pemandu PMM ITS, Safi’i juga bercerita bahwa air di petirtaan selalu mengalir sejak tahun 997 Masehi (899 saka) hingga saat ini. Selain itu, konon katanya candi ini dijadikan sebagai pemakaman dengan ditemukannya peti yang berisi abu, tulang, serta emas di dalamnya “Pada candi petirtaan, tertulis dalam bahasa sansekerta yang artinya pemakaman dan 899 saka,” jelas Safi’i.
Antusiasme yang tinggi pun datang dari para mahasiswa. Meskipun harus berjalan menanjak dan menyusuri hutan selama dua jam, para mahasiswa PMM ITS tetap bersemangat setelah memandang petirtaan yang dikelilingi oleh batuan candi itu. Selama perjalanan mereka mendapat pengetahuan tentang bagaimana manusia di zaman mataram kuno menciptakan konservasi air dengan berbagai keterbatasan.
Menariknya lagi, beberapa mahasiswa PMM turut melakukan ibadah saat tiba di petirtaan ini. Mayoritas mahasiswa yang beribadah berasal dari Bali. Tak terkecuali Gede Wiswa Fahardisa Satria Wiyasa, mahasiswa PMM ITS asal Bali ini bercerita bahwa 22 Oktober bertepatan dengan hari raya Saraswati. “Saya bersama empat mahasiswa yang berasal dari Bali memang sudah merencanakan untuk beribadah di Petirtaan Jolotundo,” ungkap mahasiswa yang kerap disapa Wiswa tersebut. (*)
Reporter: Thariq Agfi Hermawan
Redaktur: Shinta Ulwiya
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) tak henti-hentinya melahirkan inovasi baru guna mendukung ekosistem halal di
Kampus ITS, ITS News — Sampah plastik sampai saat ini masih menjadi momok yang menghantui lingkungan masyarakat. Untuk mengatasi
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus memantapkan komitmennya dalam berkontribusi menjaga lingkungan dengan mengurangi sampah
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan