Kampus ITS, ITS News – Memupuk minat mahasiswa dalam pemanfaatan energi geotermal, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) gelar rangkaian seminar bertajuk Geothermal Goes To Campus. Bertemakan Introduction to Geothermal, kegiatan ini menghadirkan dua pakar di bidang energi panas bumi, Selasa (25/10).
Diadakan di Ruang AULA Prof Handayani Tjandrasa Departemen Teknik Informatika, Alya Idayu Safitri, salah satu pembicara seminar yang merupakan Reservoir Engineer pada perusahaan geotermal nasional mengungkapkan, energi geotermal adalah energi yang berasal dari panas bumi. “Kata geothermal berasal dari geo yang berarti bumi, dan thermal yang berarti panas,” ungkapnya mengawali pembahasan.
Lebih lanjut, Alya menjelaskan, terdapat tiga jenis pembangkit listrik bertenaga panas bumi. Ketiga jenis tersebut adalah flash steam, dry steam, dan binary cycle. Walaupun berbeda, ketiga pembangkit ini menggunakan konsep yang sama yakni memanfaatkan panas bumi sebagai sumber energinya. “Air panas dari dalam bumi akan diteruskan ke permukaan dan diambil uapnya (sebagai sumber energi, red),” tutur perempuan berkacamata tersebut.
Selaras dengan penjelasan tersebut, pembicara kedua yang merupakan Geothermal Production Engineer pada salah satu perusahaan geotermal nasional, Rindang Riyanti menjabarkan cara kerja pembangkit geotermal. Panas bumi di bawah permukaan akan memanaskan air tanah, air ini kemudian menjadi uap yang menggerakkan turbin generator listrik. “Listrik ini akan dialirkan ke transmisi PLN untuk didistribusikan,” ucap Rindang.
Energi geotermal memanfaatkan panas bumi, dan panas bumi itu sendiri tidak akan pernah habis. Hal ini lantas membuat geotermal menjadi sumber energi yang terbarukan dan ramah lingkungan. Tidak hanya itu, proses pengolahan geotermal tidak mengeluarkan banyak polusi. Energi panas bumi dapat memproduksi sedikit sulfur dioksida dan karbon dioksida, namun jauh lebih sedikit dibandingkan dengan pembakaran minyak dan gas.
Meskipun demikian, pemakaian energi geotermal ini masih memiliki beberapa kekurangan jika dibandingkan dengan energi minyak dan gas. Kekurangan ini berkaitan dengan biaya, karena secara umum, untuk menguapkan satu liter air menggunakan panas bumi diperlukan sekitar 700 dolar AS. Jumlah ini cukup banyak jika dibandingkan dengan penggunaan minyak dan gas yang hanya akan memerlukan sekitar 200 dolar AS.
Perbedaan biaya ini berkaitan dengan suhu dalam pengolahan energi geotermal. Proses pengolahan energi panas bumi melibatkan suhu yang sangat tinggi, yaitu sekitar 150 hinga 350 derajat celsius, sedangkan proses pengolahan minyak dan gas hanya sekitar 150 hingga 175 Celsius. “Yang membuatnya mahal adalah peralatan-peralatan yang dipakai harus tahan suhu tinggi,” imbuh Alya.
Pun demikian, seiring dengan berjalannya waktu, teknologi di bidang ini akan semakin maju dan biayanya makin menurun. Selain itu, dunia harus mulai beralih dari menggunakan energi tak terbarukan menjadi energi yang terbarukan serta ramah lingkungan. Melihat potensi ini, energi geotermal dapat menjadi salah satu alternatif energi pada masa depan. (*)
Reporter: ion11
Redaktur: Raisa Zahra Fadila
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) tak henti-hentinya melahirkan inovasi baru guna mendukung ekosistem halal di
Kampus ITS, ITS News — Sampah plastik sampai saat ini masih menjadi momok yang menghantui lingkungan masyarakat. Untuk mengatasi
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus memantapkan komitmennya dalam berkontribusi menjaga lingkungan dengan mengurangi sampah
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan