Kediri, ITS News — Berlokasi di Desa Tempurejo, Kabupaten Kediri, Hutan Wisata Alas Karetan menyimpan banyak kekayaan hayati. Tidak hanya hanya mengobservasi biodiversitas, kali ini peserta Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) diajak menggali sejarah pendirian wisata alam yang populer disingkat Alaska ini.
Pencetus Alaska yang akrab disapa Kuat bercerita bahwa kawasan tersebut dulunya berstatus hutan lindung. Namun, mengacu pada beberapa regulasi, salah satunya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan, Kuat menemukan bahwa hutan lindung bisa mengalami alih fungsi menjadi hutan wisata.
Meski demikian, ia menyadari bahwa mengubah status hutan lindung menjadi hutan wisata bukan perkara mudah. Pasalnya, kawasan ini juga menyimpan kekayaan budaya seperti mata air Sumber Pawon dan punden-punden makam nenek moyang warga setempat. Oleh karena itu, menurut Kuat, menjaga kelestarian hutan dan nilai budaya di dalamnya tetap menjadi fokus utama. “Untuk itu, saat ini hanya dua hektar dari dua belas hektar area hutan yang dibuka untuk wisata,” rincinya.
Terhitung sejak 18 Juli 2019, Kuat mulai menata hutan supaya pengunjung mudah mencari jalan dan tidak asal menginjak tanaman. Ia menerangkan, meski didominasi oleh tanaman besar seperti pohon karet dan kopi, ekosistem hutan Alaska juga menjadi habitat tanaman kecil lainnya. Tak ayal, Kuat bahkan menyebutkan bahwa di hutan ini ditemukan anggrek hantu yang hanya mekar selama satu minggu.
Kuat mengaku sempat khawatir kalau mencabut tanaman yang ternyata penting saat menata hutan. Untungnya, dosen Ekologi Departemen Biologi ITS, Iska Desmawati SSi MSi, tanggap melaksanakan kerja sama antara ITS dan desa Tempurejo untuk penelitian. “Berkat hal itu, pengelola hutan punya pengetahuan baru tentang tanaman di dalam hutan lengkap dengan foto dan namanya,” ungkap Kuat bersyukur.
Sayangnya, belum genap beroperasi selama satu tahun, hutan wisata ini ikut merasakan dampak Covid-19. Jumlah pengunjung pada akhir pekan yang sebelumnya bisa mencapai 3.000 orang kini menyusut hingga 800 pengunjung. Tak hanya itu, fasilitas yang kebanyakan terbuat dari kayu dan bambu banyak mengalami pelapukan. “Semoga Hutan Alaska bisa kembali pulih untuk menjadi sarana penelitian yang sarat edukasi,” harap Kuat.
Sejarah ini dijelaskan oleh Kuat kala mendampingi para mahasiswa peserta PMM ITS mengeksplorasi kawasan tersebut, Sabtu (5/11) lalu. Kegiatan ini merupakan implementasi dari Modul Nusantara yang menjadi bagian dari program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). (*)
Reporter: Difa Khoirunisa
Redaktur: Fatih Izzah
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) tak henti-hentinya melahirkan inovasi baru guna mendukung ekosistem halal di
Kampus ITS, ITS News — Sampah plastik sampai saat ini masih menjadi momok yang menghantui lingkungan masyarakat. Untuk mengatasi
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus memantapkan komitmennya dalam berkontribusi menjaga lingkungan dengan mengurangi sampah
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan