Kampus ITS, ITS News – Pentingnya integrasi budaya demi mewujudkan Sustainment Development Goals (SDGs) ditanamkan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kepada mahasiswa. Melalui Guest Lecture Series (GLS) on SDGs, ITS bersama dengan ITS Global Engagement (GE) hadirkan dosen asal Malaysia, Dr. Syaheerah Lebai Lutfi, untuk menyampaikan materi Affective Interfaces: Infusing Emotions and Culture in Interfaces for Natural Interactions.
Sebagai pembuka sesi kuliah tamu, Syaheerah mengemukakan tentang sebuah penemuan alat oleh orang Barat yang mampu mendeteksi emosi seseorang. Namun, ketika alat tersebut diterapkan pada orang yang tidak berasal dari Barat, tingkat akurasinya rendah. Hal tersebut disebabkan adanya perbedaan ekspresi antar budaya meskipun dari emosi yang sama. “Cara berekspresi dari masing-masing budaya itu berbeda,” tegasnya.
Ia pun menceritakan salah satu penelitian mengenai pengaruh budaya dalam proses pengolahan informasi. Pada penelitian tersebut, responden ditunjukkan dua gambar yang berbeda. Gambar pertama menampilkan seorang dengan raut wajah bahagia begitu pula orang-orang di belakangnya. Sedangkan pada gambar kedua adalah seorang dengan raut wajah yang juga bahagia, tetapi orang-orang di belakangnya beraut wajah sedih.
Menanggapi kedua gambar tersebut, responden yang berasal dari Barat berpendapat bahwa pada kedua gambar tersebut, seorang itu sama-sama bahagia karena terlihat dari raut wajahnya. Lain halnya dengan responden dari Timur, mereka berpendapat bahwa pada gambar pertama orang tersebut bahagia tetapi tidak dengan gambar kedua. “Hal ini karena orang Asia cenderung memperhatikan latar belakang dan perasaan orang, berbeda dengan orang Barat yang melihat apa yang nampak,” jelasnya.
Dengan perbedaan budaya ini, menurutnya, tidak menjadi penghalang dalam inovasi teknologi. Justru dengan adanya keanekaragaman, membuat teknologi maju semakin pesat seiring dengan variasi fitur yang disesuaikan dengan pengguna. Tak lupa, ia menekankan bahwa adaptasi boleh dilakukan tetapi kita harus mempertahankan jati diri. “Kita tetap membutuhkan identitas budaya masing-masing,” tutur lulusan Informatika di Universitas Sains Malaysia (USM) ini.
Berdasarkan penjelasannya, Syaheerah menyimpulkan bahwa pemodelan yang dilakukan perlu disesuaikan dengan budaya daerah penggunanya. Adanya sensitivitas budaya dalam penerapan teknologi dapat menunjang kualitas pendidikan sesuai dengan target SDGs yang keempat, yaitu pendidikan berkualitas. “Integrasi budaya mampu meningkatkan kreativitas serta kemampuan pengambilan keputusan yang akan membawa kualitas pendidikan lebih baik,” simpul Syaheerah. (*)
Reporter : Aghnia Tias Salsabila
Redaktur :
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) tak henti-hentinya melahirkan inovasi baru guna mendukung ekosistem halal di
Kampus ITS, ITS News — Sampah plastik sampai saat ini masih menjadi momok yang menghantui lingkungan masyarakat. Untuk mengatasi
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus memantapkan komitmennya dalam berkontribusi menjaga lingkungan dengan mengurangi sampah
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan