Kampus ITS, ITS News – Sebuah bangunan tidak hanya didesain untuk terlihat cantik, tetapi juga perlu mengusung konsep desain inklusif yang didesain agar ramah pakai oleh semua orang tanpa terkecuali. Konsep ini menjadi bahasan dalam International Symposium Architectural Research and Design (AR+DC) 2022 yang dihelat oleh Departemen Arsitektur Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).
Co-director UIA Architecture for All Work Program, Allen Kong mengungkapkan dalam sesi materinya bahwa inklusivitas bermakna tentang seberapa banyak golongan yang bisa diperhatikan dan disertakan untuk mendesain bangunan. “Berawal dari menentukan golongan tersebut, sebuah desain lantas bisa dibuat,” terangnya.
Lebih lanjut, Allen menyebutkan bahwa semakin banyak golongan yang diperhatikan, maka semakin baik aksesibilitas bangunan tersebut. Ia mencontohkan, golongan-golongan tersebut dapat dibedakan seperti golongan umum, difabel, demensia, peminum alkohol, hingga obesitas. “Jadi ini tentang menghargai, mendengarkan, dan memperhatikan mereka,” cetus laki-laki asal Australia ini.
Usai menentukan golongan pengguna, Allen menambahkan bahwa sebuah bangunan dapat didesain dengan memperhatikan beberapa hal seperti pencahayaan, ventilasi, pemilihan bahan material bangunan, dan sebagainya. Allen berujar bahwa hal-hal tersebut harus dipertimbangkan dengan baik. Misalnya, material yang dipilih untuk tembok rumah seharusnya bisa menjaga suara dari dalam rumah tidak terdengar sampai keluar bangunan.
Senada dengan Allen, ketua penyelenggara simposium, Dr Arina Hayati ST MT dalam sambutannya menuturkan bahwa penerapan konsep desain inklusif dapat membantu terwujudnya ruang dan bangunan yang ramah pakai bagi semua orang. Pengaplikasian konsep tersebut akan membantu semua orang merasa turut disertakan dan dipertimbangkan dalam menciptakan bangunan yang baik. “Adapun konsep ini membantu terwujudnya 17 tujuan dalam Sustainable Development Goals (SDGs),” ujarnya.
Terakhir, Arina berharap bahwa kegiatan bertajuk Rethinking Architecture Beyond Inclusion kali ini mampu membuka mata para peserta terkait pentingnya konsep inklusif dalam desain sebuah bangunan maupun ruang publik. “Selain itu, semoga desain arsitektur mampu mengambil peran lebih dalam terciptanya inklusivitas bangunan maupun ruang publik,” pungkasnya.
Selain Allen lima pembicara yang merupakan akademisi dan empat praktisi arsitektur dari Afrika Selatan, Australia, Inggris, dan Indonesia turut membagikan ilmunya pada simposium ini. Beberapa materi lain seperti desain taman kota untuk autis, bangunan ramah wanita, dan lainnya juga turut dibahas dalam gelaran kali ini. (*)
Reporter: Irwan Fitranto
Redaktur: Fatih Izzah
Kampus ITS, ITS News — Dengan meningkatnya tuntutan kompetensi pada persaingan kerja, salah seorang alumnus Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Kampus ITS, Opini — Dongeng merupakan salah satu bentuk seni turun temurun yang masih populer hingga saat ini. Meski
Kampus ITS, ITS News — Rangkaian penutupan kegiatan Manajemen Bisnis Festival (MANIFEST) disuguhkan dengan penuh makna. Melalui talkshow, acara
Kampus ITS, ITS News — Nelayan kerang kini dihadapkan pada tantangan serius akibat menumpuknya limbah cangkang kerang yang terus