Kampus ITS, ITS News – Guna mendukung ketercapaian Indonesia dalam mengusung net zero emission di tahun mendatang, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) mengulik mengenai potensi dan tantangan dari pemanfaatan industri mineral dan gas (migas). Hal tersebut dilangsungkan melalui kuliah umum yang diselenggarakan pada Jumat (24/02).
Kegiatan yang dihelat di Ruang Sidang lantai satu Gedung Rektorat ITS tersebut menghadirkan Senior Vice President Production ExxonMobil Indonesia, Muhammad Nurdin, dan dosen dari Departemen Teknik Sistem Perkapalan ITS, Prof Dr Ketut Buda Artana ST MSc. Pada kegiatan tersebut, keduanya mengulas terkait industri migas dari dua perspektif yang berbeda.
Nurdin menyampaikan perihal tantangan industri migas yang dimiliki Indonesia lewat perspektifnya. Ia berkata, salah satu permasalahan dalam migas berhubungan dengan emisi dan ExxonMobil mengambil langkah tegas untuk menekan angka emisi dengan menerapkan metode Carbon Capture and Storage (CCS), pemanfaatan hidrogen, dan memproduksi biofuel.
Alumnus Universitas Gadjah Mada tersebut menerangkan, untuk mengurangi emisi yang didominasi oleh karbon dioksida, mereka menggunakan metode CCS. Pada metode tersebut, karbon dioksida akan ditangkap, diangkut, dan diinjeksi ke dalam bumi. “Metode CSS berguna agar emisi tidak menguar maupun meningkat,” tutur Nurdin.
Selanjutnya, Nurdin memaparkan bahwa selain karbon dioksida, hidrogen juga dapat dibakar dan menghasilkan sebuah bahan bakar yang ramah lingkungan. Begitu juga dengan biofuel, ia juga menekankan pemanfaatan bahan-bahan yang berasal dari tumbuhan dan hewan agar bisa menghasilkan bahan bakar yang bersih dari emisi.
Menyambung pembahasan terkait migas, Ketut menjelaskan bahwa di balik melimpahnya kekayaan alam yang ada di Indonesia, nyatanya cadangan energi di Indonesia, tidak akan mampu mencukupi seluruh kebutuhan di masa mendatang. “Indonesia harus segera mengantisipasi cadangan energi, terutama minyak bumi,” ungkap Ketut.
Untuk menjawab permasalahan tersebut, Ketut menjelaskan, transisi energi harus segera digencarkan. Salah satunya dengan memanfaatkan potensi gas alam yang dimiliki oleh Indonesia, yaitu LNG (liquid natural gas) atau gas alam cair. “LNG memiliki banyak manfaat, di antaranya lebih ramah lingkungan, efisiensi dan efektivitasnya lebih tinggi, dan lebih rendah emisi,” imbuhnya.
Lebih lanjut, dosen yang mengampu mata kuliah Teknologi LNG tersebut juga membeberkan bahwa penggunaan LNG sudah marak digunakan di negara-negara lain, tetapi di Indonesia belum digalakkan. Problematika tersebut terjadi sebab masih banyak tantangan yang harus dihadapi oleh Indonesia dalam memanfaatkan LNG. “Permasalahan yang terjadi antara lain belum meratanya distribusi energi, teknologi yang belum memadai, dan infrastruktur yang belum siap,” terang Ketut.
Ia meneruskan, solusi dari permasalahan tersebut adalah memaksimalkan fungsi dari infrastruktur yang ada. Tidak dapat dimungkiri, tidak semua wilayah Indonesia dapat terhubung melalui pipa sehingga peran teknologi kelautan sangat dibutuhkan. Oleh karena itu, Ketut menilai, kolaborasi dan inovasi harus dilahirkan agar biaya pengeluaran dapat ditekan dan distribusi dapat lebih merata.
Terlepas dari banyaknya tantangan yang harus dihadapi Indonesia, baik Nurdin maupun Ketut menganggap bahwa pembaharuan bagi dunia energi di Indonesia merupakan sebuah keharusan. Keduanya sepakat bahwa energi tidak hanya dinilai dari efisiensinya saja. Namun, esensi paling penting adalah menemukan energi dengan biaya yang murah, tetapi tetap ramah lingkungan. (*)
Reporter: Hibar Buana Puspa
Redaktur: Yanwa Evia Java
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) tak henti-hentinya melahirkan inovasi baru guna mendukung ekosistem halal di
Kampus ITS, ITS News — Sampah plastik sampai saat ini masih menjadi momok yang menghantui lingkungan masyarakat. Untuk mengatasi
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus memantapkan komitmennya dalam berkontribusi menjaga lingkungan dengan mengurangi sampah
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan