ITS News

Minggu, 17 November 2024
23 Maret 2023, 03:03

Dewan Profesor ITS Rembuk Otonomi Perguruan Tinggi Indonesia

Oleh : itsayi | | Source : ITS Online

Kegiatan Rembuk Kebangsaan oleh Dewan Profesor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)  yang dilakukan secara hybrid melalui aplikasi Zoom Meeting

Kampus ITS, ITS News – Isu-isu kebangsaan seperti Sistem Pendidikan Nasional untuk perguruan tinggi di Indonesia perlu dilakukan pengkajian demi meningkatkan kualitas perguruan tinggi. Dalam mengawal sistem tersebut, Dewan Profesor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) melakukan diskusi terkait otonomi perguruan tinggi di Indonesia pada Kamis (14/2).

Berdasarkan Rancangan Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas), ITS sebagai salah satu bagian dari Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN BH) memiliki otonomi untuk mengelola lembaganya sendiri. Adapun aspek pengelolaan tersebut termasuk ke dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat.

Mengupas isu tersebut, koordinator dalam diskusi bertajuk Rembuk Kebangsaan ini, Prof Dr Eng Harus Laksana Guntur ST MEng, menyumbangkan buah pikirnya. Ia mengungkapkan bahwa tidak hanya perguruan tinggi, peran pemerintah juga perlu di­nyatakan dengan jelas. Peran yang dimaksud berorientasi dalam pelaksanaan pen­didi­kan tinggi baik dari subsidi anggaran, pengelolaan ope­rasional, dan hal pendukung perguruan tinggi lainnya.

Koordinator Rembuk Kebangsaan, Prof Dr Eng Harus Laksana Guntur ST MEng (berpakaian putih) bersama rekan Dewan Profesor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) dalam kegiatan diskusi terkait otonomi perguruan tinggi

Berpedoman pada naskah yang tercantum dalam RUU Sisdiknas, Harus menegaskan bahwa otonomi diberikan kepada perguruan tinggi sebagai tanggung jawab terhadap pe­lak­sanaan pendidikan tinggi ke depannya. Itulah mengapa kehadiran pemerintah dirasa krusial dalam memajukan pendidikan tinggi di Indonesia. “Khususnya dalam pembiayaan penyelenggaraan pendidikan tinggi,” terang pria yang kerap disapa Harus itu.

Harus berkata, kontribusi pemerintah diperlukan demi mewujudkan amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Tidak hanya itu, merujuk pada paradigma United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO), pendidikan merupakan sesuatu yang bersifat common goods. Dalam hal ini, keterlibatan negara dalam memajukan kecerdasan bangsa penting untuk ditunjukkan dalam peraturan yang eksplisit.

Tangkapan layar laman Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) terkait Rancangan Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas)

Lebih lanjut, alumnus Tokyo Institute of Technology Jepang itu pun mengkaji, hal terberat dari otonomi perguruan tinggi adalah otonomi keuangan. PTN BH harus mampu mencari sumber pendapatan untuk membiayai aktivitas perguruan tinggi karena subsidi dari pemerintah semakin kecil. “Sampai saat ini, sumber pendapatan terbesar masih dari uang kuliah tunggal (UKT) dan sumbangan pengembangan institusi (SPI) dari mahasiswa,” tutur guru besar (gubes) dari Departemen Teknik Mesin ITS itu.

Menutup diskusi, Harus menilai tantangan terbesar terkait kebijakan otonomi yang diharapkan dapat memberikan pelayanan terhadap proses pendidikan adalah adanya klaster pada pendanaan. Nyatanya, perguruan tinggi memerlukan biaya yang cukup besar untuk membiayai operasional kegiatan sehingga alokasi dana sebaiknya dipertimbangkan. “Sebagai pelaku pendidikan tinggi, kami akan turut memberikan pemikiran demi pendidikan Indonesia,” pungkas Harus. (*)

 

Reporter: Rayinda Santriana U. S.
Redaktur: Yanwa Evia Java

Berita Terkait