ITS News

Kamis, 14 Agustus 2025
04 April 2023, 22:04

Thrifting: Solusi Sederhana Atasi Dampak Buruk Fast Fashion

Oleh : itsfeb | | Source : ITS Online

Limbah baju akibat tren fast fashion yang kian menggunung (sumber: Orami)

Kampus ITS, Opini — Permasalahan sampah pakaian akibat fenomena fast fashion nampaknya kini telah menemukan jawabannya. Dengan munculnya tren berbelanja pakaian bekas (thrifting), dapat menjadi salah satu solusi untuk menekan banyaknya limbah pakaian yang masif di produksi oleh para perusahaan fesyen.

Fast fashion merupakan fenomena produksi pakaian dengan jangka waktu pemakaian singkat. Fenomena ini merupakan langkah yang diambil produsen mode ternama guna merespon tren mode fesyen terbaru. Produk yang dihasilkan dari fenomena ini merupakan produk yang dapat diproduksi dalam tempo singkat dengan biaya minim. Guna menekan biaya produksi, digunakanlah bahan berkualitas rendah yang akan berpotensi mencemari lingkungan.

Namun, fenomena fast fashion ini masih belum diimbangi dengan kesadaran mengenai dampak buruk yang diakibatkan pada lingkungan. Sebut saja pencemaran sampah mikroplastik yang berasal dari benang polyester. Pencemaran sampah ini kedepannya tidak hanya dapat mengancam kehidupan hewan yang hidup di perairan, namun juga kesehatan manusia. 

Dilansir dari laman resmi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), sampah mikroplastik bisa merusak saluran pencernaan ketika tak sengaja dikonsumsi. Tak hanya itu, plastik berukuran kurang dari lima milimeter ini dapat merusak jaringan sel darah. Bahkan, ketika kadar yang masuk ke sel darah cukup besar, bisa berdampak pada terganggunya sistem saraf pusat. 

Berdasarkan data yang dirilis oleh waste4change.com, permasalahan sampah tersebut makin nyata adanya. Indonesia merupakan produsen sampah kain tekstil yang cukup tinggi. Sebanyak satu juta ton sampah tekstil dihasilkan dari 33 juta ton pakaian yang diproduksi tiap tahunnya. Tentu data tersebut mengejutkan, namun juga ironi. 

Sehingga, banyak sekali lembaga yang menyuarakan tentang pengurangan produksi pakaian dan penggunaan kembali pakaian bekas. Salah satunya adalah apa yang dilakukan oleh H&M, pada program yang telah diinisiasinya sejak 2013, H&M berhasil mengumpulkan sebanyak 40 ribu ton pakaian untuk diolah atau dijual kembali sebagai barang second hand

Beruntungnya, banyak masyarakat yang menaruh minat pada barang second hand tersebut. Hal tersebut dikarenakan produk pakaian yang ditawarkan memiliki kualitas yang bagus dengan harga ekonomis. Tentu bukan suatu hal yang mengejutkan apabila berbagai lapisan masyarakat yang terpincut dengan barang tersebut.

Tren berbelanja baju bekas (thrifting) yang tengah digandrungi berbagai lapisan masyarakat (sumber : freepik)

Tren thrifting atau membeli pakaian bekas nampaknya bisa menjadi jawaban fenomena fast fashion. Selain karena tumbuhnya kesadaran masyarakat akan isu lingkungan, harga serta kualitas yang ditawarkan pada barang second hand tersebut juga bisa menjadi salah satu alasan mereka menggandrungi tren thrifting

Hal tersebut diamini oleh salah satu konsumen baju thrifting, Riki. Pada wawancaranya dengan CNN Indonesia ia berujar, berbelanja baju bekas ibarat mencari ‘harta karun’, karena konsumen dapat mencari barang branded dan berkualitas bagus. “Suka thrifting karena memang bisa dapat pakaian bekas murah, namun tetap berkualitas,” tuturnya ketika diwawancarai di Pasar Cimol, Gedebage, Bandung. 

Namun, perlu diingat pula bahwa ketika berbelanja pakaian bekas, kita juga harus mengetahui yang mana pakaian fast fashion dan yang mana pakaian vintage yang punya kualitas bagus. Karena ketika tetap menggunakan jenis pakaian fast fashion, hanya akan menambah tumpukan sampah pakaian bekas di lingkungan. 

Banyaknya sampah akibat fenomena fast fashion merupakan pertanda bahaya bagi lingkungan. Dengan tingginya minat konsumen atas pakaian bekas ini tentu merupakan angin segar atas permasalahan tersebut. Penggunaan kembali dan daur ulang pakaian yang sudah tak terpakai, bisa menjadi jawaban atas permasalahan tumpukan sampah pakaian akibat fast fashion. (*)

 

Ditulis oleh:
Mohammad Febryan Khamim
Departemen Matematika
Angkatan 2022
Reporter ITS Online

Berita Terkait