Kampus ITS, Opini – Berbeda dengan jenis limbah lainnya, limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) memerlukan penanganan khusus lantaran potensinya dalam mencemari lingkungan. Sayangnya, regulasi dan manajemen penanganan limbah B3 rumah tangga di Indonesia masih kurang optimal. Hal ini berbuntut pada meningkatnya kerusakan lingkungan.
Rumah tangga menjadi salah satu sumber penghasil limbah B3. Namun, tak banyak orang mengetahui bahwasanya beberapa produk rumah tangga dikategorikan sebagai limbah B3 apabila masa pakainya telah habis. Produk rumah tangga tersebut mengandung bahan kimia yang dapat saling bereaksi, seperti pada pemutih pakaian, pembersih lantai, kaleng bertekanan (aerosol), baterai, aki, lampu bekas, serta banyak produk lainnya.
Minimnya kesadaran masyarakat akan hal tersebut menyebabkan timbulan limbah B3 rumah tangga tercampur dengan limbah rumah tangga non B3. Sehingga, masyarakat mencampur kedua jenis limbah tersebut ketika akan dibuang. Akumulasi limbah B3 yang tercampur ini terus berlanjut dan berakhir menumpuk di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).
Menurut Iswanto dkk dalam penelitiannya pada 2016 lalu di Kabupaten Sleman, setidaknya terdapat limbah B3 berupa 24,91 persen sampah elektronik, 18,08 persen lampu listrik bekas, dan 16,71 persen baterai bekas di antara sampah rumah tangga yang tertimbun di TPA Piyungan. Lagi-lagi, kurangnya kesadaran masyarakat untuk memisahkan limbah B3 dengan non B3 menyebabkan hal ini terjadi. Padahal, limbah B3 tersebut dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan tubuh manusia.
Adapun, kurangnya perhatian masyarakat terhadap limbah B3 rumah tangga diperparah dengan minimnya fasilitas pengolah limbah di Indonesia. Selain itu, kebanyakan fasilitas pengolah limbah B3 menerima limbah dari sektor industri saja. Padahal, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah Spesifik menyebutkan bahwa penghasil limbah B3, baik individu maupun kolektif, bertanggung jawab menyetorkan limbahnya ke fasilitas pengolah limbah terdekat.
Lantas, bagaimana masyarakat dapat menyetorkan limbahnya?
Hal ini seolah menjadi pertanyaan yang tak kunjung terjawab bagi penanganan limbah B3 di Indonesia. Beberapa regulasi yang mengatur pengelolaan sampah spesifik dan limbah B3 seakan tak didukung di lapangan. Padahal, seharusnya isu ini menjadi masalah yang patut segera diselesaikan lantaran limbah B3 berdampak serius terhadap lingkungan.(*)
Ditulis oleh:
Irwan Fitranto
Departemen Teknik Lingkungan
Angkatan 2020
Kampus ITS, ITS News – Perkembangan zaman membawa dampak di banyak aspek kehidupan, tidak terkecuali dalam bidang arsitektur yang
Kampus ITS, ITS News — Sebagai wujud kepedulian terhadap lingkungan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) mengenalkan teknik ecoprint kepada
Kampus ITS, ITS News — I Putu Evan Priya Saguna, mahasiswa Departemen Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Kampus ITS, ITS News — Demi menyemarakkan bulan suci Ramadan, Ramadan di Kampus (RDK)Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menggelar