ITS News

Senin, 25 November 2024
29 April 2023, 19:04

Insinerasi, Metode Kurang Solutif yang Tangani Masalah Sampah

Oleh : itswan | | Source : ITS Online

Kampus ITS, Opini – Insinerasi, metode pembakaran sampah menggunakan temperatur tinggi yang ini masif dimanfaatkan di Indonesia. Bagaimana tidak? Cara sederhana ini mampu mengurangi jumlah sampah yang menumpuk di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Sayangnya, tak banyak orang tahu bahwasanya proses insinerasi berdampak buruk bagi lingkungan di sekitarnya.

Insinerasi merupakan salah satu metode pembakaran sampah atau limbah secara termal pada suhu 850 hingga 1.400 derajat celcius. Cara kerjanya gampang, yaitu dengan menguapkan kandungan air dalam sampah menjadi sampah atau limbah kering. Setelah itu, limbah kering dibakar dengan suhu tinggi. Bahkan, penelitian yang dilakukan oleh Rachmasari (2022) menunjukkan bahwa metode insinerasi mampu mereduksi sampah hingga 90 persen.

Meskipun sangat berperan dalam pengurangan sampah dalam jumlah besar, insinerasi juga dapat berdampak buruk bagi lingkungan. Menurut universalco.id, Sejumlah besar gas karbon dioksida dilepaskan sebagai gas buang sehingga turut berkontribusi dalam pemanasan global. Selain itu, gas buang yang dihasilkan mengandung abu dan emisi pencemar.

Lebih lanjut, proses insinerasi juga dapat mempengaruhi kesehatan pekerjanya. Menurut Sunarto dalam penelitiannya pada 2014 lalu, pekerja atau operator insinerator (red: teknologi untuk insinerasi) kerap kali mengalami gangguan kesehatan seperti batuk kering, mata pedih, hingga napas mengi. Sehingga penerapan insinerasi harus dibarengi dengan pemantauan kesehatan dan kualitas udara secara berkala.

Walaupun dirasa masih kurang solutif, penerapan insinerasi dalam menangani masalah sampah di Indonesia dapat dibilang cukup efisien. Mengingat, timbunan sampah yang berakhir di TPA sanngat  menggunung. Oleh karenanya, insinerasi hingga kini masih menjadi alternatif terbaik dalam mengurangi sampah di Indonesia.

Adapun penggunaan insinerasi sebisa mungkin dikurangi secara perlahan. Hal ini dapat terwujud dengan memulai kebiasaan mengurangi produk-produk yang menghasilkan sampah. Contohnya, menggunakan tas jinjing ketika membeli sesuatu, alih-alih menggunakan tas plastik sekali pakai. Hal-hal kecil dan sederhana untuk mengurangi timbulan sampah akan selalu berdampak pada pengurangan akumulasi sampah di TPA. (*)

 

Ditulis oleh:
Irwan Fitranto
Departemen Teknik Lingkungan
Angkatan 2020

Berita Terkait