Kampus ITS, Opini – Batas semu antara dunia nyata dengan dunia maya seakan sirna tergerus derasnya digitalisasi. Manusia—sang penggubah dan pengguna—berusaha mempertahankan kemanusiaannya dengan menerapkan human-oriented. Akankah orientasi tersebut mengamankan nilai manusia di tengah robot dan mesin?
Dewasa ini, segala sendi kehidupan tak lepas dari digitalisasi dan otomasi. Penemuan manusia tersebut tak ayal memudahkan berbagai urusan, sekaligus mengubah perspektif dan cara hidup. Manusia yang semula hanya hidup bersandingan dengan alam, sekarang hidup beriringan dengan dunia maya. Kondisi ini membuat manusia hidup di tengah mesin tanpa emosi. Oleh karena itu, manusia berusaha mengadaptasi sisi humanisnya melalui human-oriented.
Etnolog asal Amerika Serikat, Cornelius N. Grove melalui jurnalnya menyatakan bahwa human-oriented didefinisikan sebagai suatu tolok ukur dalam berpandangan secara manusia. Pandangan ini memberikan dampak secara signifikan mengingat manusia berperan sebagai subjek atau pelaku. Hal tersebut membuat istilah human-oriented diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan terutama di era digital.
Dimulai dari aspek pemasaran, produsen kerap menerapkan human-oriented dalam menciptakan citra untuk menarik perhatian konsumen. Emosi dan penceritaan yang dibubuhkan dalam promosi seakan membuat produsen berbincang dengan konsumen mengenai produknya secara implisit. Melalui orientasi pemasaran tersebut, jembatan emosional antara produsen, produk, dan konsumen pun terbangun.
Tak hanya itu, bidang desain turut mengaplikasikan human-oriented sebagai visualisasi dari pemikiran manusia. Dalam prosesnya, pandangan manusia sangat diutamakan dalam pembuatan desain digital hingga desain antarmuka pengguna. Untuk itu, analisis masalah dan perilaku manusia merupakan salah satu langkah yang wajib dilakukan supaya produk desain tepat sasaran.
Di samping banyaknya penerapan human-oriented, nyatanya hal tersebut belum bisa sepenuhnya diterapkan dalam aspek lain. Melalui riset yang dilakukan oleh Microsoft, artificial intelligence (AI) masih melewatkan prinsip berpikir manusia seperti berfokus pada jawaban dan mengabaikan kemungkinan di luar perintah. Padahal, manusia cenderung selektif dan berpikir kontradiktif dalam menjelaskan sesuatu.
Penggunaan human-oriented di era digital akan terus berkembang mengikuti arus kehidupan manusia. Manusia dengan sifat serta perilakunya yang dinamis amatlah berbanding terbalik dengan algoritma mesin digital yang sistematis. Namun, sulit rasanya untuk memisahkan manusia dan digital. Oleh karena itu, human-oriented hadir sebagai jembatan bagi manusia dengan mesin untuk menjawab kebutuhan yang terus mengalir. (*)
Ditulis oleh:
Aghnia Tias Salsabila
Departemen Matematika
Angkatan 2022
Reporter ITS Online
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) tak henti-hentinya melahirkan inovasi baru guna mendukung ekosistem halal di
Kampus ITS, ITS News — Sampah plastik sampai saat ini masih menjadi momok yang menghantui lingkungan masyarakat. Untuk mengatasi
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus memantapkan komitmennya dalam berkontribusi menjaga lingkungan dengan mengurangi sampah
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan