Kampus ITS, Opini — Pandemi yang berlangsung tiga tahun terakhir telah mengubah kebiasaan masyarakat di berbagai aspek, termasuk urusan belanja. Mulai dari kebutuhan dapur hingga kosmetik dapat dipenuhi hanya dengan klik-klik aplikasi. Sepintas semuanya terlihat baik-baik saja, tetapi bagaimana dengan limpahan plastik kemasan yang dihasilkan dari belanja secara daring? Ke mana mereka bermuara?
Dilansir dari validnews.id, konon menurut sejumlah studi dan klaim yang dilakukan oleh ritel daring sekelas Amazon, pengantaran barang hasil belanja daring yang dilakukan oleh satu kurir mampu menggantikan lalu lintas yang dilakukan oleh 100 kendaraan. Hal ini memunculkan keyakinan bahwa belanja daring dapat mengurangi emisi karbon yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor.
Namun, tunggu dulu. Bayangkan jika semua orang berpikiran untuk cenderung belanja daring secara masif, sedangkan proses pengemasan yang berlangsung tetap sama. Tetap dengan penjual yang kebanyakan menggunakan plastik sekali pakai, bubble wrap berlapis-lapis sebagai pengaman produk, sedangkan pembeli tak punya kuasa untuk memilih kemasan yang lebih ramah lingkungan.
Laporan dari World Wide Fund for Nature (WWF) di tahun 2020 juga menyatakan Indonesia merupakan salah satu konsumen kemasan plastik terbanyak di Asia, yaitu sebanyak 12,5 kilogram per kapita. Belum lagi jejak karbon yang dihasilkan dari pengiriman dengan berbagai jenis kendaraan, dari motor, mobil, kereta, kapal, hingga pesawat.
Oh, kita belum bicara soal plastik yang ada di laut. World Economic Forum pada 2016 juga menyebut bahwa lebih dari 150 juta ton plastik tersebar di lautan. Dilansir dari CNN Indonesia, rasio plastik dibandingkan dengan ikan diprediksi dapat mencapai 1:3 pada tahun 2025. Tak bisa dipungkiri, belanja daring punya andil besar terhadap emisi karbon secara global, baik melalui industri dan transportasi.
Perilaku belanja daring adalah dampak perkembangan teknologi yang tak bisa dibantah apapun alasannya. Penetrasi internet dan kepemilikan ponsel yang terus meningkat menjadi pemicu utamanya. Namun, situasi tersebut semestinya tak membuat masyarakat abai dengan dampak lingkungan yang terjadi. Selalu ada langkah kecil yang jika dilakukan oleh banyak orang dapat memberikan pengaruh besar.
Bukan Saatnya Konsumen Berdiam Diri
Proses pengemasan belanja daring yang sepenuhnya dilakukan penjual tak berarti membuat konsumen acuh tak acuh terhadap aspek keberlanjutan. Kita sebagai konsumen selalu punya kuasa untuk memilih toko ritel daring yang mengutamakan pengemasan dengan produk-produk ramah lingkungan.
Saat ini, telah banyak penjual yang menggunakan plastik berbahan dasar singkong hingga tepung jagung. Pemilihan kemasan kardus atau tas kertas juga telah diadopsi oleh banyak perusahaan ritel. Bahkan saat ini, telah banyak produk kebersihan hingga kecantikan yang kemasannya dibuat dari plastik daur ulang kemasan sebelumnya.
Berbagai e-commerce pun merespons fenomena ini dengan terus mengimbau para mitranya untuk meminimalkan penggunaan plastik. Sebut saja Lazada dan Grab yang berkolaborasi mempromosikan pengiriman paket yang lebih ramah lingkungan. Seperti dikutip dari katadata.co.id, divisi logistik Lazada menyewa sepeda motor listrik dari Grab untuk mengurangi karbon emisi pengiriman barangnya ke konsumen Lazada.
Tentu bukan pekerjaan kecil untuk membuat masyarakat sadar terhadap fenomena melimpahnya emisi karbon yang disebabkan plastik hasil belanja daring. Namun selalu ada cara untuk mengalirkan kebaikan, dimulai dari itikad diri sendiri untuk lebih sadar terhadap penggunaan produk berkelanjutan dan disebarkan kepada orang-orang terdekat.(*)
Ditulis oleh:
Fathia Rahmanisa
Departemen Sistem Informasi
Reporter ITS Online
Angkatan 2021
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) tak henti-hentinya melahirkan inovasi baru guna mendukung ekosistem halal di
Kampus ITS, ITS News — Sampah plastik sampai saat ini masih menjadi momok yang menghantui lingkungan masyarakat. Untuk mengatasi
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus memantapkan komitmennya dalam berkontribusi menjaga lingkungan dengan mengurangi sampah
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan