Kampus ITS, ITS News — Indonesia kini memegang predikat sebagai negara dengan tingkat keragaman ikan paling banyak kedua di dunia. Sayangnya, potensi tersebut belum sepenuhnya mendapatkan perhatian khusus. Berdasar hal tersebut, Guru besar ITS, Prof Dr Dewi Hidayati SSi MSi membagikan stragteginya dalam pengelolaan ikan serta pemanfaatannya dalam pola pengelolaan yang berkelanjutan.
Kepala Departemen Biologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) tersebut menuturkan, berdasarkan laporan UN Environment Program, ekosistem perairan Indonesia mengalami berbagai masalah lingkungan. Melihat kondisi tersebut, Dewi mengembangkan riset mengenai kondisi fisiologi dan ekotoksikologi ikan sebagai indikator dari pencemaran perairan (biomonitoring).
Guru besar ke-166 ITS ini menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif terkait penelitian berupa respon biologis dari ikan. Pada umumnya, ikan yang terpapar polutan dari lingkungannya akan mengalami kerusakan pada struktur organnya. “Kerusakan tersebut terlihat pada tampilan mikroanatomi insang dan sisik ikan,” ungkapnya lebih lanjut.
Insang dan sisik ikan yang terpapar polutan akan mengalami deformasi atau perubahan bentuk dapat ditinjau dari ketidakteraturan bentuk dan bertambahnya lubang mikroskopis pada permukaan sisik ikan. “Hal tersebut disebabkan oleh menurunnya kepadatan kromatofor pada sisik ikan akibat masifnya konsentrasi polutan yang ada,” sambungnya.
Dalam konteks ini, pemanfaatan ikan sebagai biomonitoring tidak hanya dapat dinilai melalui perubahan struktur mikroanatomi insang yang timbul akibat adanya pencemaran. Namun, juga menjadi indikator penting dalam memantau dampak pencemaran terhadap lingkungan perairan.
Dewi yang mengkhususkan diri dalam bidang fisiologi hewan dan ekotoksikologi menjelaskan bahwa insang pada ikan yang terpapar oleh polutan akan mengalami gejala histologi yang tidak normal. Ini terlihat dari lamela-lamela pada insang mengalami fusi, yang pada gilirannya dapat mengganggu proses pengambilan oksigen terlarut dalam air.
Menurut penelitian yang dilakukan, perubahan ini dapat menjadi petunjuk penting dalam memantau dampak pencemaran pada lingkungan perairan. Pemanfaatan ikan sebagai indikator biomonitoring menjadi semakin relevan untuk memahami kualitas lingkungan perairan dan potensi risiko terhadap ekosistem akuatik.
Tak hanya bermanfaat sebagai penanda kualitas pada lingkungan. Pemanfaatan analisis ikan juga dapat diaplikasikan pada potensi biomaterial yang baru. Hasil penelitian Dewi juga menunjukkan bahwa salah satu kulit ikan, yaitu patin memiliki kandungan kolagen yang tinggi. “Hal ini menjadi peluang untuk mengembangkan penggunaan gelatin halal dalam industri obat dan makanan,” paparnya.
Berdasarkan hasil penelitiannya, penerima penghargaan Satyalancana Karya Satya dari Presiden Republik Indonesia tahun 2019 lalu tersebut berharap agar seluruh masyarakat dapat memiliki kesadaran untuk turut mengembangkan potensi kekayaan alam Indonesia. “Pengembangan potensi yang disertai pemahaman akan berdampak pada kemandirian bangsa serta kesejahteraan rakyat,” tutupnya menyimpulkan. (HUMAS ITS)
Reporter: Mifda Khoirotul Azma
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan
Kampus ITS, ITS News — Proses pembuatan batik sebagai warisan tanah air seringkali melibatkan penggunaan zat pewarna sintetis yang
Kampus ITS, ITS News — Terdapat lebih dari 13.000 sumur minyak terbengkalai di Indonesia yang memiliki potensi sebagai sumber energi
Kampus ITS, ITS News — Dalam upaya memperkenalkan pentingnya sertifikasi halal, tim Kuliah Kerja Nyata pengabdian Masyarakat (KKN Abmas)