Kampus ITS, ITS News — Proses pembuatan pupuk yang lama dan hasil fermentasi yang kurang optimal menjadi keluhan utama kelompok tani di Kabupaten Lumajang. Berangkat dari hal tersebut, tim Kuliah Kerja Nyata Pengabdian kepada Masyarakat (KKN Abmas) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menginovasikan mesin fermentasi otomatis atau fermentor untuk Pupuk Organik Cair (POC).
POC dari eceng gondok masih menjadi pilihan bagi kelompok tani Kabupaten Lumajang. Ditambah, harga produksi lebih terjangkau dan bahan bakunya mudah didapat. Namun, diungkapkan Dosen Pembimbing KKN Abmas, Ir Putri Yeni Aisyah ST MT, para petani masih menggunakan metode konvensional dengan inkubasi dalam tabung sederhana, yang membuat proses fermentasi POC berlangsung lambat dan sulit mengontrol kualitasnya
Untuk mengatasi permasalahan ini, dosen Departemen Teknik Instrumentasi ITS ini menginovasikan fermentor POC yang dilengkapi alat pengaduk otomatis, sensor suhu, dan sensor pH. “Kami juga menyediakan alat penggiling untuk mencacah eceng gondok,” papar perempuan yang akrab disapa Puyen ini.
Lebih dalam, Puyen menjelaskan, setelah melalui proses penggilingan, eceng gondok akan masuk ke dalam fermentor untuk diolah. Tak hanya eceng gondok, fermentor ini pun bisa mengolah sisa makanan, minuman, hingga sayuran. Bahan-bahan tersebut bisa digunakan sebagai bahan baku POC karena kandungan zat organiknya yang tinggi sehingga mampu membantu proses penyuburan tanah.
Pada proses penggilingan, petani juga dapat menambahkan larutan Efektif Mikroorganisme 4 (EM4) untuk mempercepat terjadinya reaksi. “Larutan EM4 mampu meningkatkan jumlah bakteri yang membantu proses degradasi bahan organik agar berlangsung lebih cepat,” imbuhnya.
Perempuan kelahiran Lumajang ini melanjutkan, dengan alat ini petani dapat mengontrol langsung temperatur, pH, serta warna saat proses pengadukan seluruh bahan. Kontrol temperatur dilakukan sebagai upaya agar bakteri yang berperan dalam fermentasi ini dapat terjaga dan tetap hidup. “Temperatur terus dijaga pada temperatur 45 derajat celcius,” terangnya.
Selain itu, dalam upaya meningkatkan efisiensi produksi POC dari eceng gondok, digunakan sensor pH dan sensor warna untuk mendeteksi tingkat kematangan POC. Puyen menjelaskan, ketika nilai pH mencapai angka 6,5 dan warna pupuk berubah menjadi coklat tua, hal ini menjadi indikasi bahwa pupuk organik cair tersebut telah mencapai tingkat kematangan untuk digunakan dalam pertanian lokal.
Inovasi gagasan Puyen bersama 15 mahasiswa Departemen Teknik Instrumentasi ITS ini pun sudah dapat terintegrasi dengan ponsel sehingga petani dapat melakukan monitoring secara real time. “Petani dapat memantau dari jarak jauh dan tidak perlu lagi berada di dekat alat setiap saat,” ucap alumnus Departemen Teknik Fisika ITS program Magister tersebut.
Terakhir, Puyen berharap agar kelompok tani Kabupaten Lumajang dapat memaksimalkan fermentor POC ini untuk meningkatkan kualitas tanah dan hasil panen sehingga berdampak positif bagi kesejahteraan petani. “Semoga alat ini bisa terus dikembangkan dan dapat memberikan kontribusi nyata ke masyarakat secara lebih luas,” pungkasnya. (*)
Reporter: Mohammad Febryan Khamim
Redaktur: Frecia Elrivia Mardianto
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) tak henti-hentinya melahirkan inovasi baru guna mendukung ekosistem halal di
Kampus ITS, ITS News — Sampah plastik sampai saat ini masih menjadi momok yang menghantui lingkungan masyarakat. Untuk mengatasi
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus memantapkan komitmennya dalam berkontribusi menjaga lingkungan dengan mengurangi sampah
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan