Kampus ITS, ITS News — Tumpukan kotoran sapi menjadi salah satu sumber pencemar di Desa Slumbung, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar. Atasi permasalahan tersebut, tim Pengabdian Masyarakat (Abmas) Departemen Fisika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) gelar pelatihan pembuatan pupuk ramah lingkungan berbahan dasar kotoran sapi.
Ketua Tim Abmas, Fahmi Astuti MSi PhD mengatakan bahwa kotoran sapi sebagai limbah peternakan hanya didiamkan di samping rumah warga. Tak hanya mencemari lingkungan, kondisi tersebut juga dapat menjadi sumber penyakit yang berbahaya. Untuk itu, pelatihan ini dibuat sebagai sarana edukasi untuk mengolah kotoran sapi menjadi produk tepat guna. “Khususnya bagi warga desa yang mayoritas adalah peternak dan petani,” ujar Fahmi.
Lebih lanjut, Fahmi menjelaskan, untuk membuat pupuk organik ini dimulai dengan membuat larutan dari campuran gula, air, serta dekomposer yang mampu memicu pertumbuhan mikroorganisme pengurai materi. Setelah mikroorganisme siap untuk melakukan fermentasi, dibuat campuran utama yang terdiri dari kotoran sapi, arang sekam, dan dedak. Setelah itu, barulah campuran utama disiram dengan larutan dekomposer hingga membentuk adonan.
Selanjutnya, adonan dibuat menjadi gundukan setinggi 15–20 sentimeter dan ditutup terpal selama 7–14 hari. Selama proses tersebut, nutrien-nutrien yang terkandung dalam kotoran sapi akan terurai menjadi unsur hara yang stabil dan mudah diserap oleh tanaman. Ketika proses penguraian selesai, produk pupuk organik dari kotoran sapi dapat langsung digunakan ataupun disimpan terlebih dahulu.
Menurut dosen Departemen Fisika ITS ini, pupuk yang dihasilkan dapat diaplikasikan ke berbagai jenis tanaman. Meski belum diujikan di laboratorium, Fahmi mengatakan, hasil pengamatan dari penggunaan pupuk ini menunjukan adanya peningkatan pertumbuhan yang baik pada tanaman. Menurutnya, hasil ini menunjukan bahwa pupuk yang dihasilkan mampu membantu efisiensi dan efektivitas pertumbuhan tanaman warga.
Dosen asal Sampang tersebut turut membagikan, kegiatan yang melibatkan lima dosen dan sepuluh mahasiswa Departemen Fisika ITS ini mendapat sambutan yang baik dari warga. Menurutnya, selain mengatasi masalah pencemaran, warga turut merasa terbantu dari segi ekonomi karena dapat meminimalisasi biaya pembelian pupuk konvensional yang biasanya digunakan. “Hal ini sekaligus membantu meningkatkan produktivitas pertanian warga,” tegasnya.
Ke depannya, perempuan kelahiran 1990 ini mengungkapkan bahwa pupuk yang telah diproduksi akan diupayakan untuk dikomersialisasikan. Dengan hal tersebut, Fahmi berharap produk ini dapat menjadi sumber pendapatan baru bagi warga. “Dengan begitu, tidak hanya tanaman dan lahan yang subur, tetapi juga kesejahteraan warga menjadi makmur,” pungkasnya optimis. (*)
Reporter: Shafa Annisa Ramadhani
Redaktur: Difa Khoirunisa
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus memantapkan komitmennya dalam berkontribusi menjaga lingkungan dengan mengurangi sampah
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan
Kampus ITS, ITS News — Proses pembuatan batik sebagai warisan tanah air seringkali melibatkan penggunaan zat pewarna sintetis yang
Kampus ITS, ITS News — Terdapat lebih dari 13.000 sumur minyak terbengkalai di Indonesia yang memiliki potensi sebagai sumber energi