Kampus ITS, ITS News — Kehidupan manusia yang lekat dengan waktu tak lepas dari akibat peristiwa perputaran bumi pada porosnya atau biasa dikenal dengan rotasi bumi. Lama dari gerak ini membuat manusia mengalami siang dan malam dalam kurun waktu 24 jam. Namun, benarkah rotasi bumi selalu berjalan selama 24 jam?
Dosen Departemen Fisika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Dr rer nat Bintoro Anang Subagyo mengatakan, lama waktu rotasi bumi sesungguhnya tidak dapat diprediksi dengan jelas. Menurutnya, cara paling sederhana yang dilakukan manusia saat ini adalah dengan mengandalkan perhitungan waktu dari terbit hingga terbenamnya matahari. “Satu periode ini sebenarnya memiliki waktu yang berbeda tetapi dibulatkan menjadi 24 jam,” tuturnya.
Dilansir dari lamantimeanddate.com, waktu rotasi bumi dari 2019 hingga 2025 diprediksi akan terus melambat hingga 0,25 milidetik. Meski demikian, menurut Bintoro, fenomena ini bukanlah kejadian yang baru. Dalam pergerakan bumi mengitari matahari, fluktuasi menjadi hal yang sangat mungkin terjadi. Fluktuasi tersebut membuat lama pergerakan dapat menjadi lebih lambat ataupun lebih cepat dari biasanya. “Hal ini sudah berlangsung sejak ribuan tahun lalu,” ujar Bintoro.
Dalam penjelasannya, lulusan program Doktoral Karlsruhe Institute of Technology (KIT) Jerman tersebut mengungkap, sistem tata surya sebagai sistem besar sesungguhnya melibatkan faktor gravitasional yang kompleks. Hal ini melibatkan bulan, matahari, bumi, hingga planet lain yang tidak dapat diabaikan pengaruhnya. Selain itu, permukaan laut yang mendominasi bumi dan terus mengalami pasang surut juga memengaruhi perubahan lama rotasi bumi.
Meskipun dampak fenomena ini tidak terlalu signifikan, fluktuasi rotasi bumi dapat menyebabkan beberapa perubahan. Salah satunya adalah perlambatan waktu dalam sehari. Selain itu, perlambatan rotasi bumi dapat mengubah arah angin dan menyebabkan perbedaan ketebalan atmosfer.
Di lain sisi, banyak manusia yang menganggap waktu di bumi berjalan lebih cepat dari biasanya. Menurut Bintoro, hal ini tidak termasuk pada akibat dari rotasi bumi. Persoalan ini lebih mengarah pada persoalan psikologis manusia itu sendiri. “Tidak tepat rasanya jika menyangkutpautkan persepsi pribadi terhadap waktu dengan persoalan ilmiah yang memerlukan kajian yang lebih komprehensif,” ujarnya.
Menutup narasinya, Bintoro berpesan bahwa semua kejadian di bumi dan alam semesta seharusnya dicari tahu alasan saintifiknya. Banyaknya berita hoaks yang beredar dapat terjadi karena manusia terlalu malas untuk mencari tahu lebih dalam dan mudah termakan oleh isu sains semu. “Akan lebih bijak apabila sebagai kaum terpelajar, kita semua mau menggali informasi lebih dalam dari berbagai sumber, termasuk tentang alam semesta dan bumi tempat kita tinggal,” pungkasnya. (*)
Reporter: Shafa Annisa Ramadhani
Redaktur: Fathia Rahmanisa
Kampus ITS, ITS News — Memperingati Hari Santri Nasional (HSN) 2024, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) bersama Pengurus Wilayah
Kampus ITS, ITS News — Dalam upaya mempersiapkan generasi muda untuk menghadapi kompleksitas pasar kerja nasional, Institut Teknologi Sepuluh
Kampus ITS, ITS News — Tim Sapuangin dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali mengenalkan mobil urban edisi terbarunya
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali dipercaya Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu