Kampus ITS, ITS News – Perancangan koridor hijau atau green corridors merupakan salah satu solusi guna mereduksi polutan di kawasan pusat kegiatan masyarakat. Dosen Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), An Nisaa Siti Humaira ST MSc memberikan tanggapannya terkait penerapan konsep koridor hijau di perkotaan.
Wanita yang akrab disapa Huma itu mendefinisikan koridor hijau sebagai jalur vegetasi yang dirancang menyesuaikan infrastruktur penghubung antarruang. Koridor hijau dipandang sebagai sebagai suatu langkah solutif dalam menghambat perubahan iklim dunia. “Hal ini karena koridor hijau termasuk salah satu jenis ruang terbuka hijau (RTH) yang ada perkotaan,” jelasnya.
Perencana wilayah dan kota yang ahli di bidang lingkungan ini menjelaskan bahwa keberadaan koridor hijau erat kaitannya dengan teori Ecosystem Services, yakni jasa yang dapat diberikan sebuah ekosistem terhadap manusia. Lingkungan perkotaan dianggap sebagai suatu ekosistem utuh di mana komponen biotik (manusia, hewan, dan tumbuhan, red) berinteraksi dan saling mempengaruhi dengan komponen abiotik.
Lebih dalam, salah satu jasa lingkungan yang dapat diberikan oleh koridor hijau adalah fungsi regulatory, yaitu pemanfaatan ekosistem untuk mengatur kondisi alam disekitarnya. Koridor hijau dianggap efektif memulihkan pencemaran udara, menyerap air, menyerap kebisingan suara, serta memperbaiki struktur tanah. “Selain itu, kanopi dari pohon yang berjejer di tepi jalan juga menjadi peneduh untuk pejalan kaki,” tambahnya.
Wanita asal Bandung itu turut menjelaskan bahwa saat ini sudah ada banyak segmen perkotaan di Indonesia yang menyediakan koridor hijau sebagai fasilitas publik, khususnya di pusat kota. Konsentrasi kegiatan manusia yang tinggi membuat vegetasi semakin dibutuhkan untuk menyaring polutan. Contoh jenis vegetasi yang dapat ditemukan adalah Pohon Akasia dan Bungur. “Yang paling baik menyerap karbon itu tanaman berkayu karena memiliki waktu hidup yang lama,” terang Huma.
Selain fungsi regulatory, koridor hijau juga menyediakan fungsi cultural yang lebih menitikberatkan pada kenyamanan dan peningkatan kualitas hidup di perkotaan. Kehadiran tanaman di sepanjang koridor jalan dapat menambah nilai estetika suatu kota. Selain itu, adanya RTH juga memberikan masyarakat tempat untuk bersantai dan menikmati alam di tengah lingkungan perkotaan yang sibuk.
Kendati demikian, pada praktiknya sendiri pengembangan kawasan hijau perkotaan kerap bertentangan dengan pemanfaatan ruang lain. Sebagian pihak merasa pemanfaatan lahan untuk koridor hijau akan lebih bermanfaat jika dialokasikan untuk penggunaan lain, contohnya tempat parkir. Penanganan konflik seperti ini sepatutnya mengacu pada dokumen perencanaan ruang yang mengatur porsi RTH tidak boleh kurang dari 20-30 persen dari luas perkotaan.
Kedepannya, Huma berharap agar pemerintah setiap kota dapat lebih memprioritaskan program pembangunan yang berwawasan lingkungan, seperti koridor hijau ini. Selain itu, semua pihak harus memastikan proses perawatannya berjalan baik guna menghadirkan fungsi regulatory dengan maksimal. “Jika fasilitas sudah disediakan, sudah tugas kita untuk menjaga agar tidak terdegradasi,” tandasnya mengakhiri. (*)
Reporter: A. Rifda Yuni Artika
Redaktur: Regy Zaid Zakaria
Kampus ITS, ITS News — Indonesia IT Security Conference (IDSECCONF) 2024 di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) juga membahas
Kampus ITS, ITS News — Seiring perkembangan teknologi, kebutuhan keamanan data semakin digalakkan, salah satunya melalui pengembangan Local Large
Kampus ITS, ITS News — Nalarfest 2024 hadir sebagai ajang inspiratif yang menggabungkan dunia ilmu pengetahuan dan sastra untuk
Kampus ITS, ITS News — Mendukung keberlanjutan masa depan, Fakultas Desain Kreatif dan Bisnis Digital (FDKBD) Institut Teknologi Sepuluh