Kampus ITS, Opini — Pada rentang tahun 2030-2040 nanti, Indonesia diprediksi akan memasuki masa bonus demografi. Kondisi ini menjadi kabar baik bagi Indonesia sebab akan memperbesar peluang Indonesia menjadi negara maju. Akan tetapi, perlu disadari juga bahwa bonus demografi ini merupakan pisau bermata dua yang juga dapat memberikan dampak negatif bagi Indonesia.
Menurut laman Kominfo.co.id, bonus demografi merupakan kondisi saat jumlah penduduk dengan usia produktif, dengan rentang umur 15 hingga 64 tahun, mendominasi suatu negara. Dominasi penduduk usia produktif ini berpotensi meningkatkan produktivitas negara yang akhirnya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.
Sayangnya, masih banyak pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan oleh Indonesia agar bonus demografi yang sebentar lagi hadir ini tidak menjadi mimpi buruk. Dua diantaranya adalah peningkatan kualitas pendidikan dan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia. Tanpa keduanya bonus demografi yang ada malah akan membuat Indonesia menjadi terpuruk.
Melalui peningkatan kualitas pendidikan berarti Pemerintah Indonesia telah melakukan upaya peningkatan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan mampu bersaing di dunia pekerjaan. Sayangnya, pada kenyataannya kualitas pendidikan di Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan rata-rata internasional.
Rendahnya kualitas pendidikan tersebut terlihat berdasarkan data dari Programme for International Student Assessment (PISA) 2022. Menurut data tersebut, rata-rata skor membaca pelajar Indonesia adalah 359 poin dari skor rata-rata 472 hingga 480 yang tergolong dalam level 1a. Artinya, pelajar Indonesia masih belum mampu memahami teks panjang yang informasinya bersifat implisit, abstrak, ataupun membandingkan perspektif antar teks.
Grafik persentase kemampuan pelajar Indonesia dalam bidang matematika, membaca, dan sains (sumber: OECD, PISA 2022)
Selanjutnya, tingginya jumlah penduduk usia produktif tentu juga perlu didukung dengan lapangan pekerjaan yang memadai. Tanpa lapangan pekerjaan yang cukup, SDM yang ada justru akan menjadi pengangguran dan menambah beban bagi negara. Akan tetapi, data statistik menunjukkan bahwa saat ini Indonesia masih kekurangan banyak lapangan pekerjaan.
Kurangnya lapangan pekerjaan tersebut tentunya berbanding lurus dengan tingkat pengangguran di Indonesia. Berdasarkan data dari Trading Economics, hingga saat ini tingkat pengangguran di Indonesia masih berada di angka 4,82 persen. Angka ini menempatkan Indonesia pada peringkat 12 di antara negara G20 lain dan masih jauh dari Singapura yang menempati peringkat pertama dengan persentase 2,1 persen.
Dari kedua bidang ini saja, kita sudah menemukan cukup banyak permasalahan yang perlu diselesaikan oleh Pemerintah Indonesia. Akan tetapi, kita juga tidak bisa bergantung sepenuhnya pada pemerintah sebab permasalahan yang dihadapi oleh negara ini tidaklah mudah untuk diselesaikan. Keikutsertaan setiap elemen masyarakat juga sangat diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan ini.
Bagi mahasiswa, bisa dengan membagikan ilmu yang telah dimilikinya kepada masyarakat. Bagi para pelaku bisnis, bisa dengan lebih banyak menerima pekerja-pekerja lokal. Lalu bagi masyarakat secara umum, bisa dengan membantu merek-merek lokal agar dapat berkembang dan membuka lebih banyak lowongan pekerjaan baru. (*)
Ditulis oleh:
Muhammad Fadhil Alfaruqi
Departemen Teknik Sistem dan Industri
Reporter ITS Online
Angkatan 2022
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan
Kampus ITS, ITS News — Proses pembuatan batik sebagai warisan tanah air seringkali melibatkan penggunaan zat pewarna sintetis yang
Kampus ITS, ITS News — Terdapat lebih dari 13.000 sumur minyak terbengkalai di Indonesia yang memiliki potensi sebagai sumber energi
Kampus ITS, ITS News — Dalam upaya memperkenalkan pentingnya sertifikasi halal, tim Kuliah Kerja Nyata pengabdian Masyarakat (KKN Abmas)