Kampus ITS, Opini — Setiap individu memiliki persepsi tersendiri terhadap kondisi fisiknya masing-masing. Hal ini menimbulkan tingkat kepuasan yang bervariasi terhadap penampilan fisik, di mana berdampak signifikan terhadap kondisi mental dan emosional seseorang. Baik dan buruknya persepsi inilah yang kerap dikenal sebagai isu body image.
Menurut laman Medical News Today, body image atau citra tubuh merujuk pada bagaimana seorang individu melihat tubuh atau fisik mereka, diikuti perasaan yang mengiringinya. Perasaan tersebut dapat berupa kepuasan, yang dalam hal ini dinamakan positive body image. Namun sebaliknya dapat juga berupa ketidakpuasan yang disebut dengan negative body image.
Seseorang dengan positive body image seringkali tidak memiliki kritik berlebihan terhadap dirinya sendiri. Penelitian dalam jurnal Hubungan Body Image dengan Penerimaan Diri pada Remaja Pengguna Tiktok atau Instagram menunjukkan ada korelasi positif yang signifikan antara body image dengan penerimaan diri. Yang mana penerimaan diri ini meliputi kemampuan, kekurangan, nilai-nilai pribadi, maupun juga penampilan fisik.
Berbeda halnya dengan pemilik negative body image. Mereka cenderung sulit untuk menerima diri sendiri, khususnya secara fisik dan penampilan. Bahkan, tak jarang orang yang memiliki negative body image merasa harus mengubah beberapa bagian badannya dalam konteks yang lebih ekstrim. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan negative body image pada diri seseorang dapat berimbas ke hal-hal yang lebih besar.
Tak bisa dianggap remeh, isu negative body image rupanya dapat mempengaruhi individu secara keseluruhan, baik mental maupun fisik. Orang dengan isu ini cenderung rentan mengidap depresi, kecemasan, bahkan dalam kasus ekstrim dapat menimbulkan body dysmorphic disorder (BDD). BDD merupakan kondisi di mana seseorang terobsesi untuk melihat refleksi dirinya, kemudian mendikte poin-poin kekurangan tubuhnya yang sebenarnya minor.
Lebih lanjut, negative body image secara tidak langsung dapat menimbulkan gangguan makan atau eating disorder seperti anoreksia dan bulimia. Studi dalam International Journal of Eating Disorders mengungkapkan bahwa body image yang negatif dapat menjadi risiko utama dalam perkembangan gangguan makan. Di mana, hal ini akan berdampak pada masalah nutrisi dan gangguan pencernaan serius.
Faktor internal dan eksternal dapat mendorong seorang individu mengalami isu-isu tersebut. Faktor internal meliputi kondisi fisik yang dinilai tidak ‘sesuai’ dengan standar yang ada di masyarakat, contohnya yakni disabilitas dan kondisi penyakit yang mempengaruhi tampilan fisik. Lebih lanjut, faktor eksternal meliputi media seperti TV, majalah, dan media sosial serta stereotipe yang ada di lingkungan sekitar.
Dengan adanya faktor-faktor pemicu isu body image, penting bagi kita untuk melakukan pergerakan dalam mencegah isu ini muncul dalam konteks yang negatif. Mencintai tubuh dan kondisi fisik apa adanya adalah langkah awal untuk memerangi fenomena ini. Riasan wajah, perawatan, dan pakaian menarik sejatinya harus dianggap sebagai cara bagi individu untuk menunjukkan keunikan diri mereka, bukan semata-mata menyembunyikan kekurangan.
Dalam lingkup yang lebih luas, membangun lingkungan keluarga dan pertemanan yang sehat dapat membawa isu ini ke arah yang lebih positif. Melalui tutur kata dan pemikiran yang lebih bijak ketika membicarakan soal fisik seseorang, niscaya isu body image ini tidak akan membawa pengaruh yang buruk bagi kehidupan. Mengingat isu ini berakar dari stereotipe yang ada, sudah seharusnya kita sendirilah yang harus melakukan perubahan. (*)
Ditulis oleh:
Putu Calista Arthanti Dewi
Departemen Statistika
Angkatan 2023
Reporter ITS Online
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan
Kampus ITS, ITS News — Proses pembuatan batik sebagai warisan tanah air seringkali melibatkan penggunaan zat pewarna sintetis yang
Kampus ITS, ITS News — Terdapat lebih dari 13.000 sumur minyak terbengkalai di Indonesia yang memiliki potensi sebagai sumber energi
Kampus ITS, ITS News — Dalam upaya memperkenalkan pentingnya sertifikasi halal, tim Kuliah Kerja Nyata pengabdian Masyarakat (KKN Abmas)