ITS News

Rabu, 27 November 2024
21 Juni 2024, 14:06

Menilik Penurunan Status 17 Bandara dan Pengaruhnya bagi Logistik Nasional

Oleh : itshan | | Source : ITS Online

Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II, Palembang, satu dari 17 bandara yang mengalami degradasi status internasional

Kampus ITS, ITS News – Fenomena penurunan status 17 bandara di Indonesia dari kelas internasional menjadi domestik menimbulkan banyak pertanyaan. Pasalnya, tak sedikit bandara yang kehilangan status internasionalnya akibat dari kebijakan Kementerian Perhubungan, April lalu. Lantas, bagaimana dampak kebijakan ini terhadap aspek logistik dan rantai pasok di Indonesia?

Sebagai gambaran umum, penurunan kasta bandara ini didasari oleh Surat Keputusan Menteri Perhubungan (Menhub) RI Nomor 31 Tahun 2024. Menurut juru bicara Kemenhub RI, Adita Irawati, kebijakan ini ditujukan untuk mendorong sektor penerbangan nasional yang sempat menurun kualitasnya akibat pandemi Covid-19.

Selain itu, kebijakan ini adalah langkah tegas atas kondisi riil yang ada di lapangan, di mana banyak bandara yang kekurangan bahkan tidak memiliki jadwal penerbangan internasional. Namun, dampak dari fenomena tersebut jika dilihat dari kaca mata logistik dan rantai pasok juga menimbulkan pertanyaan penting. Ini mengingat peran pesawat sebagai moda transportasi jalur udara dalam proses pergerakan barang.

Kepala Laboratorium Logistic and Supply Chain Management, Departemen Teknik Sistem dan Industri ITS, Niniet Indah Arvitrida ST MT PhD pun berpendapat terkait hal ini. Ia berujar, memang betul pergerakan barang dapat dilakukan via jalur udara seperti dengan moda pesawat atau helikopter. Akan tetapi, ketika dilihat secara global dalam aspek logistik, pergerakan barang relatif jarang dilakukan menggunakan jalur ini.

Niniet Indah Arvitrida ST MT PhD saat menyampaikan dorongan usaha perempuan dalam Economu Upscaling Women Entrepreneur 2022

Lebih lanjut, dosen yang juga ahli di bidang Retail Supply Chain Management ini berujar, pada umumnya, logistik global melibatkan banyak moda transportasi untuk sampai ke tujuan. Dari banyaknya moda transportasi yang digunakan, proses perpindahan barang dominan dilakukan dengan moda transportasi jalur laut seperti kapal. “Ini didasari pertimbangan biaya yang lebih murah jika dibandingkan dengan moda transportasi udara,” ujar Niniet.

Namun, frekuensi kejadian yang rendah tidak membuat pergerakan barang lewat jalur udara menjadi mustahil. Contohnya pada kasus Lion Parcel, perusahaan yang bergerak di bidang pengiriman baik domestik maupun internasional. Dengan berlakunya kebijakan degradasi ini, maka perusahaan tersebut harus putar otak untuk merombak rute optimalnya.

Terlepas dari fakta tersebut, Niniet menyebut sejauh ini tidak banyak dampak dari kebijakan degradasi status bandara terhadap aspek logistik dan rantai pasok. Langkah mengejutkan dari pemerintah ini cenderung lebih berpengaruh terhadap keseluruhan proses bisnis pada 17 bandara terkait. (*)

 

Reporter: Ahmad Farhan Alghifari
Redaktur: Fathia Rahmanisa

Berita Terkait