ITS News

Selasa, 26 November 2024
21 Juni 2024, 19:06

Dosen ITS Ulas Bahan Bakar B50 Yang Ramah Lingkungan

Oleh : itsdhii | | Source : ITS Online
gambar prof Arief Widjaja

Kepala Program Studi (Kaprodi) Teknik Pangan ITS, Prof Dr Ir Arief Widjaja M Eng yang menjelaskan mengenai bahan bakar biodiesel B50

Kampus ITS, ITS News — Belakangan ini, perbincangan mengenai biodiesel B50 kembali mencuat. Pasalnya melalui lembar visi-misi yang disampaikan ke publik, Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka menargetkan program B50 akan tercapai pada tahun 2029. Akan tetapi, apa sebenarnya B50 itu?

Kepala Program Studi (Kaprodi) Teknik Pangan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Prof Dr Ir Arief Widjaja M Eng menjelaskan,  B50 merupakan campuran antara solar dengan minyak sawit yang telah dikonversi menjadi biodiesel. Sesuai namanya, kedua bahan kemudian dicampurkan dengan rasio 50 banding 50. “Pada dasarnya minyak sawit bukan jenis bahan bakar, sehingga perlu dikonversi terlebih dahulu menjadi biodiesel,” terangnya.

Membahas mengenai cara pembuatan biodiesel, dosen Departemen Teknik Kimia ITS ini menyampaikan bahwa cara yang paling umum adalah dengan menambahkan alkohol ke dalam minyak sawit. Penambahan ini kemudian akan menghasilkan biodiesel dan gliserol. “Kemudian katalis berupa sodium hidroksida ditambahkan untuk membantu reaksi antara alkohol dengan minyak sawit,” ujarnya

Tidak hanya dari minyak sawit, Arief menyampaikan bahwa biodiesel sebetulnya juga dapat dibuat dari berbagai tumbuhan lainnya. Beberapa di antaranya adalah dari kelapa, biji matahari, jarak, dan lain-lain. “Apa pun yang bisa menjadi minyak goreng bisa dikonversi menjadi biodiesel” tambahnya.

Ia menuturkan, alasan Indonesia memilih minyak sawit adalah karena jumlah bahan bakunya yang berlimpah. Kondisi ini membuat Indonesia mampu menghasilkan banyak biodiesel hanya dengan satu jenis bahan baku. Keseragaman bahan baku ini akhirnya membuat proses produksi menjadi lebih mudah karena tidak perlu menggunakan komposisi yang berbeda-beda.

gambar biodiesel

Tampilan biodiesel pada rasio campuran yang berbeda (sumber: ekonomi.bisnis.com)

Dalam penggunaannya, B50 ini tentu memiliki kekurangan dan kelebihannya sendiri dibandingkan dengan solar.  Salah satunya kelebihan dari B50 adalah memiliki sifat pelumas. Dengan sifat ini, B50 tidak hanya dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar tetapi juga dapat membantu merawat mesin agar berumur lebih panjang.

Selanjutnya, meskipun sama-sama mengeluarkan emisi berupa karbon dioksida, B50 lebih ramah lingkungan dibandingkan solar. Hal ini disebabkan karena perbedaan garis waktu antara biodiesel dengan solar yang jauh berbeda sehingga memberikan dampak yang berbeda pula bagi lingkungan. “Biodiesel berasal dari garis waktu saat ini sedangkan yang solar bersumber dari zaman pra sejarah,” jelasnya.

Arief menerangkan, karbon dioksida yang dihasilkan oleh solar bersumber dari karbon dioksida dari jutaan tahun lalu yang terendap di dalam bumi. Berbeda dengan biodiesel yang karbon dioksidanya paling lama berasal dari lima tahun lalu. “Bukannya dibiarkan di dalam tanah, karbon dioksida dari jutaan tahun lalu tersebut justru dikeluarkan dan akhirnya mengganggu kesetimbangan di alam,” ungkapnya.

Kendati demikian, Arief menyebutkan bahwa B50 juga memiliki beberapa kekurangan, salah satu yang paling mencolok adalah titik nyala B50 yang lebih tinggi dibandingkan solar. Kondisi ini membuat B50 berpotensi merusak mesin karena ketidaksesuaian antara spesifikasi mesin dengan bahan bakar. “Suatu mesin tentu sudah di desain sesuai karakteristik bahan bakar tertentu, ketidaksesuaian karakteristik akan mengganggu proses di dalam mesin,” tuturnya.

Untuk mengatasi masalah tersebut hal yang paling mungkin untuk dilakukan adalah menambahkan zat aditif pada B50 agar memiliki sifat yang lebih mirip dengan solar. Zat aditif yang ditambahkan sendiri adalah zat yang mampu menurunkan titik nyala B50 agar dapat bekerja dengan lebih optimal pada mesin yang sudah ada saat ini. (*)

 

Reporter: Muhammad Fadhil Alfaruqi
Redaktur: Ricardo Hokky Wibisono

Berita Terkait