Kampus ITS, ITS News — Tingginya kebutuhan minyak dan gas saat ini menyebabkan semakin tinggi pula tingkat eksplorasi sumber minyak dan gas (migas) bumi di laut dalam. Inilah yang kemudian memicu terciptanya Floating Production, Storage, and Offloading (FPSO), bangunan terapung yang potensial untuk industri migas lepas pantai.
Dosen Teknik Lepas Pantai Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Ir Murdjito MSc Eng menjelaskan bahwa FPSO merupakan bangunan terapung yang digunakan untuk memproduksi, menyimpan, serta menyalurkan minyak dan gas alam mentah dari lautan ke daratan. FPSO yang berbentuk kapal ini dapat meproduksi migas hingga kedalaman 6000 feet. “Ini yang membuat FPSO lebih fleksibel dari segi jangkauan dibanding bangunan terpancang,” tambahnya.
Kepala Laboratorium Hidrodinamika Bangunan Laut itu menyebut, bentuknya yang berupa bangunan terapung membuat FPSO mudah dipindahkan dari titik eksplorasi satu ke titik eksplorasi lainnya. Tak hanya itu, FPSO merupakan bangung yang ekonomis dari segi pembuatan. “Ini karena FPSO dapat dibangun dari kapal tanker yang sudah ada atau yang tidak lagi beroperasi,” jelas Murdjito.
Lebih lanjut, penggunaan kapal tanker yang dikonversi menjadi FPSO menjadikan pengadaan FPSO tidak memakan waktu lama. Hal ini disebabkan karena struktur utama yang dibutuhkan sudah ada. Namun, modifikasi alat produksi minyak di atas kapal tetap diperlukan dengan mempertimbangkan volume dan kapasitas penampungan tanker.
Pria asal Kediri itu menerangkan, adanya fasilitas produksi dan penampungan minyak dalam satu kapal membuat biaya produksi FPSO terbilang hemat. Ini disebabkan pembangunannya tidak membutuhkan pipa bawah laut sebagai penyalur minyak ke kilang dan tangki darat untuk menampung hasil produksi. “FPSO bisa digunakan untuk memproduksi sekaligus menyimpan, ataupun hanya sebagai tempat penyimpanan hasil minyak mentah,” bebernya.
Meskipun FPSO hanya diciptakan untuk masa operasi 10 hingga 15 tahun, FPSO sangatlah menguntungkan dari segi bisnis. Murdjito mengungkap, apabila masa operasi FPSO telah habis, maka FPSO dapat diubah kembali menjadi kapal tanker. “Apabila FPSO tidak layak diubah menjadi bentuk asalnya, maka dapat dilakukan decommissioning untuk dilebur kembali menjadi baja dan dijual kembali,” jelasnya.
Selaras dengan berbagai keuntungan yang dijelaskan, Murdjito berharap agar FPSO ke depannya dapat dikolaborasikan dengan teknologi terbaru. Dengan demikian, FPSO yang sudah tidak beroperasi dapat dialihfungsikan sebagai panel surya terapung untuk memenuhi kebutuhan energi listrik. “Ini membuat life cycle dari kapal tanker tidak berhenti di FPSO saja, tetapi dapat terus dimanfaatkan untuk kebutuhan bersama di masa depan,” tutupnya penuh harap. (*)
Reporter: Nabila Hisanah Yusri
Redaktur: Fathia Rahmanisa
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan
Kampus ITS, ITS News — Proses pembuatan batik sebagai warisan tanah air seringkali melibatkan penggunaan zat pewarna sintetis yang
Kampus ITS, ITS News — Terdapat lebih dari 13.000 sumur minyak terbengkalai di Indonesia yang memiliki potensi sebagai sumber energi
Kampus ITS, ITS News — Dalam upaya memperkenalkan pentingnya sertifikasi halal, tim Kuliah Kerja Nyata pengabdian Masyarakat (KKN Abmas)