Penerapan angin sebagai sistem propulsi kapal bertenaga angin
Kampus ITS, ITS News — Meningkatnya emisi karbon dioksida akibat buangan mesin kapal membuat dunia beralih menuju energi alternatif, salah satunya angin. Lantas, bagaimana solusi ini mampu memupuskan permasalahan yang menjangkit maritim hingga kini?
Dosen Departemen Teknik Transportasi Laut (DTTL) ITS Maulana Yafie Danendra ST MLog menerangkan bahwa International Maritime Organization (IMO) telah mencanangkan berbagai solusi untuk mengurangi emisi karbon dioksida. “Salah satu solusi yang ditawarkan oleh badan yang bertanggung jawab atas keselamatan dan keamanan pelayaran internasional ini adalah memanfaatkan angin sebagai energi alternatif,” tambahnya.
Sayangnya, penerapan angin saat ini belum bisa menggantikan bahan bakar secara sepenuhnya. Dosen yang mengampu Mata Kuliah Hambatan dan Propulsi ini mengungkapkan, angin baru bisa diterapkan sebagai sistem propulsi atau penggerak kapal tambahan. “Pemanfaatan tersebut diwujudkan pada penerapan wind propulsion,” ujar dosen yang akrab disapa Yafie ini.
Sederhananya, wind propulsion merupakan sistem penggerak kapal yang memanfaatkan angin untuk mendapatkan energi. Sistem propulsi ini memiliki beberapa jenis, yaitu sail on mast, turbosail, kite sail, dan flettner rotor. “Yang membedakan hanyalah mekanisme kerja dari keempat sistem itu sendiri,” terang pria kelahiran 1995 ini.
Lebih rinci, Yafie menerangkan, sail on mast merupakan jenis sistem propulsi yang paling mirip dengan kapal layar. Jenis ini mengharuskan kapal memasang layar secara horizontal untuk menangkap angin. “Angin ditangkap untuk menjadi energi yang akan mendorong kecepatan kapal ketika berlayar,” ungkapnya.
Lain halnya dengan sail on mast, turbosail bak kapal layar dengan teknologi yang sedikit berbeda. Turbosail menggunakan struktur yang mirip dengan layar, tetapi secara vertikal. Sistem kontrol pada jenis ini dapat mempercepat aliran udara yang melewati struktur menggunakan sistem hisap. “Akibatnya, kapal dapat bergerak ke segala arah dengan mudah,” jelas Yafie.
Sementara itu, flettner rotor memanfaatkan silinder tegak yang didirikan pada badan kapal. Ketika angin melewati silinder tersebut secara tegak lurus, sistem ini menerapkan efek Magnus. Efek ini merupakan fenomena aerodinamika yang terjadi saat sebuah benda berputar melalui udara untuk menghasilkan gaya dorong bagi kapal.
Terakhir, yakni sistem kite sail di mana kapal yang menerapkan sistem ini akan dipasangkan sebuah parasut atau kanopi yang berfungsi menangkap angin. Angin yang ditangkap akan menjadi energi kinetik dan diubah menjadi gaya dorong. “Gaya dorong akan menerbangkan kanopi pada ketinggian tertentu di udara, sehingga bisa membantu kapal bergerak lebih cepat,” tutur pria kelahiran Surabaya ini.
Namun, dibalik energinya yang lebih ramah lingkungan, untuk saat ini penerapan angin sebagai energi alternatif belum bisa diterapkan di Indonesia untuk saat ini. Hal ini disebabkan oleh kecepatan angin di Indonesia yang masih tergolong rendah. “Apabila kecepatan angin di Indonesia masih rendah dan tidak stabil, akan terlalu beresiko untuk digunakan,” tegasnya.
Selain kecepatan angin Indonesia yang masih rendah, kondisi cuaca yang tidak stabil juga menjadi salah satu momok yang menghambat penerapan sistem ini. Yafie berimbuh, tidak stabilnya cuaca membuat wind propulsion tidak bekerja secara optimal atau bahkan tidak dapat beroperasi.
Akan tetapi, bukan mustahil sistem penggerak tenaga angin dapat diterapkan di Indonesia. Menurutnya, jika wind propulsion dapat terus dikembangkan untuk mengatasi batasan-batasan yang ada, maka bukan mustahil pelayaran yang ramah lingkungan dapat terealisasi. “Maka dari itu, ini adalah saatnya bagi generasi muda untuk mengaktualisasikan diri demi mewujudkan perubahan ini,” tukas Yafie penuh harap. (*)
Reporter: Hibar Buana Puspa
Redaktur: Nurul Lathifah
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan
Kampus ITS, ITS News — Proses pembuatan batik sebagai warisan tanah air seringkali melibatkan penggunaan zat pewarna sintetis yang
Kampus ITS, ITS News — Terdapat lebih dari 13.000 sumur minyak terbengkalai di Indonesia yang memiliki potensi sebagai sumber energi
Kampus ITS, ITS News — Dalam upaya memperkenalkan pentingnya sertifikasi halal, tim Kuliah Kerja Nyata pengabdian Masyarakat (KKN Abmas)