Kampus ITS, ITS News — Energi Baru Terbarukan (EBT) membawa angin segar bagi kemajuan teknologi, tak terkecuali di sektor transportasi. Seiring dengan pergeseran menuju energi yang lebih ramah lingkungan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) melalui Departemen Teknik Material dan Metalurgi (DTMM) pun mengambil peran penting dalam mewujudkan transisi energi ini.
Kepala Laboratorium Metalurgi dan Manufaktur DTMM ITS Sutarsis ST MSc PhD menegaskan, bidang teknik material dan metalurgi berperan krusial dalam menentukan masa depan industri otomotif. Tangan-tangan para ahli di bidang ini dapat terlihat di perancangan material dan komponen yang lebih ringan, kuat, dan tahan terhadap temperatur tinggi, khususnya untuk kendaraan berbahan bakar minyak (BBM).
Upaya ini dilakukan dengan tujuan utama untuk meningkatkan efisiensi penggunaan BBM dan mengurangi emisi gas buang dari mesin. “Hal tersebut mungkin terjadi karena material dan komponen yang lebih ringan akan membantu kendaraan yang melaju menggunakan energi yang lebih minim,” ungkap Sutarsis.
Tak hanya terbatas pada peningkatan efisiensi kendaraan berbahan bakar fosil, para ahli kembali menunjukkan keahlian dan inovasinya di tengah tren global yang berangsur-angsur beralih menuju kendaraan listrik (EV). Salah satu kontribusi utamanya dapat terlihat pada pengembangan komponen-komponen vital untuk EV seperti baterai dan superkapasitor.
Akan tetapi, Sutarsis menjelaskan, penggunaan EV nyatanya masih bergantung pada Pembangkit Listrik Tenaga Batubara (PLTU) milik PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dalam pengoperasiannya. Hal ini menyebabkan kendaraan ini tidak sepenuhnya ramah lingkungan. “Saat ini EV di Indonesia masih bergantung pada penggunaan sumber energi listrik dari batubara untuk mengisi daya baterai EV,” jelasnya.
Di tengah ironi penggunaan EV yang tidak sepenuhnya ramah lingkungan, hidrogen sebagai sumber energi muncul sebagai kandidat kuat pengganti bahan bakar minyak di masa depan. Kendaraan bertenaga hidrogen menawarkan performa tinggi dan jarak tempuh jauh. Tak berhenti di situ, emisi gas buang kendaraan hidrogen hanya air, menjadikannya pilihan ideal untuk transportasi masa depan.
Merinci cara kerja kendaraan bertenaga hidrogen atau Fuel Cell Electric Vehicles, dosen pembimbing tim mobil hidrogen Antasena ITS ini melanjutkan, penghasilan listrik dimulai dari proses elektrolisis air yang akan menghasilkan gas hidrogen. Kemudian gas tersebut dilewatkan ke stack fuel cells yang berisi kumpulan membrane electrode assembly (MEA). Dalam alat ini, gas hidrogen akan dipisahkan ion proton dan elektronnya oleh katalis yang terdapat di masing-masing MEA.
Sutarsis melanjutkan, ion proton yang dipisahkan akan melewati membran khusus, sedangkan elektron akan terkumpul menghasilkan arus listrik. Arus listrik ini kemudian digunakan untuk menggerakkan motor listrik dan roda kendaraan. “Jika dibandingkan, efisiensi kendaraan BBM hanya sekitar 20 persen sedangkan efisiensi kendaraan dengan Fuel Cell memiliki efisiensi yang sangat tinggi mencapai sekitar 80 persen,” paparnya.
Sutarsis berharap semakin banyak peneliti dan pengembang di Indonesia yang fokus pada mesin yang memanfaatkan energi terbarukan. “Dengan inisiatif dan kontribusi dari berbagai pihak, tentunya akan memudahkan industri otomotif Indonesia untuk maju,” tutupnya penuh harap.(*)
Reporter: Syahidan Nur Habibie Ash-Shidieq
Redaktur: Ricardo Hokky Wibisono
Kampus ITS, ITS News — Rangkaian penutupan kegiatan Manajemen Bisnis Festival (MANIFEST) disuguhkan dengan penuh makna. Melalui talkshow, acara
Kampus ITS, ITS News — Nelayan kerang kini dihadapkan pada tantangan serius akibat menumpuknya limbah cangkang kerang yang terus
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus berupaya mendorong peningkatan kualitas pendidikan dan kesejahteraan guru
Kampus ITS, ITS News — Untuk tingkatkan kualitas maggot, tim mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) inovasikan metode untuk meningkatkan