Kampus ITS, ITS News – Fenomena tertahannya 26.514 kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak telah memicu dikeluarkannya regulasi baru yang merelaksasi syarat dalam proses impor barang. Guru Besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Prof Raja Oloan Saut Gurning ST MSc PhD CMarTech, memberikan pandangannya mengenai penumpukan kontainer yang tidak hanya menyebabkan kemacetan logistik, tetapi juga menyoroti masalah-masalah mendasar dalam sistem perdagangan dan regulasi impor di Indonesia.
Dilansir dari Metro TV, fenomena tertahannya puluhan ribu kontainer beberapa waktu lalu ini disebabkan oleh rumitnya persyaratan impor yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023. Persyaratan tersebut mengharuskan perusahaan menyertakan persetujuan impor dan laporan surveyor saat hendak mengimpor barang. Tujuan dari penambahan syarat ini adalah untuk memperketat impor produk jadi yang berkaitan dengan produk dalam negeri. Namun, kenyataannya, hal ini malah menghambat arus barang di pelabuhan utama Indonesia.
Menanggapi situasi ini, pemerintah kembali merevisi kebijakan dengan menerbitkan Permendag Nomor 8 Tahun 2024. Regulasi terbaru ini menghilangkan syarat persetujuan impor, menyisakan laporan surveyor sebagai satu-satunya syarat dalam proses impor. Langkah ini diniscaya pemerintah dapat mempercepat proses distribusi puluhan ribu kontainer yang terparkir di dua pelabuhan besar Indonesia ke berbagai wilayah.
Menurut pria yang akrab disapa Saut, kebijakan terbaru ini merupakan langkah strategis untuk mengatasi penumpukan kontainer yang menghambat aktivitas di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak. Ia menjelaskan bahwa pelabuhan-pelabuhan ini merupakan pusat penting bagi distribusi barang di Indonesia. “Relaksasi syarat impor ini diharapkan dapat mengurai kemacetan dan memperlancar arus barang,” ujar Saut.
Saut juga menambahkan bahwa langkah ini akan membantu pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) yang sering terhambat oleh birokrasi yang berbelit-belit. Dampak positif ini diharapkan dapat merangsang pertumbuhan ekonomi, terutama di sektor manufaktur dan perdagangan yang sangat bergantung pada impor bahan baku. “Dengan adanya kebijakan ini, pelaku usaha dapat lebih mudah mendapatkan bahan baku yang mereka butuhkan untuk produksi, tanpa harus menunggu lama di pelabuhan,” katanya.
Dengan dampak langkah strategis tersebut, Kepala Program Studi Pasca Sarjana Departemen Teknik Sistem Perkapalan ITS ini dapat melihat dua potensi jangka panjang dari perubahan kebijakan ini. Pertama, perubahan Permendag ini dapat mengurangi kesulitan yang dialami oleh pelaku ekonomi internasional di Indonesia, terutama yang disebabkan oleh kendala politik, ekonomi, dan inflasi komoditas global. “Konflik di Rusia dan Ukraina yang telah memperburuk situasi ekonomi global dan relaksasi syarat impor ini adalah salah satu cara untuk meredakan dampaknya,” jelasnya.
Potensi kedua dari perubahan Permendag ini adalah peningkatan pendapatan negara dari bea masuk barang mewah yang diimpor dari luar negeri. “Dengan membuka pintu lebih lebar untuk impor barang mewah, pemerintah berharap dapat meningkatkan pendapatan dari bea masuk. Namun, langkah ini juga harus diiringi dengan pengawasan ketat agar tidak merugikan produsen lokal, terkhusus pada UKM” tambahnya.
Saut, yang juga mengajar mata kuliah Ekonomi Maritim, berpendapat bahwa rencana kedua ini memiliki risiko besar. Ia menyoroti risiko besar masuknya barang-barang yang tidak memenuhi standar ke pasar Indonesia. “Dengan dihilangkannya syarat perizinan impor, ada kemungkinan barang-barang substandar, seperti produk yang tidak sesuai dengan regulasi kesehatan dan keselamatan, dapat masuk dan beredar di pasar,” tambahnya.
Tak hanya itu, kenaikan bea masuk dapat memicu penolakan dari pelaku ekonomi internasional yang merasa keberatan dengan biaya tambahan yang harus mereka tanggung. Penolakan ini bisa berujung pada peningkatan antrian barang di bandara udara dan penumpukan kontainer baru di pelabuhan, mengingat banyak importir yang mungkin mencari alternatif jalur distribusi untuk menghindari biaya tinggi. Meskipun begitu, penambahan antrian ini mungkin tidak akan terjadi secara signifikan jika dibandingkan dengan manfaat ekonomi yang diharapkan.
Dengan segala prospek yang ada, fenomena penumpukan kontainer ini tidak hanya menyoroti masalah teknis dalam pengelolaan pelabuhan, tetapi juga mencerminkan kompleksitas kebijakan perdagangan internasional yang dihadapi oleh Indonesia. Dengan perubahan regulasi yang terus dilakukan, diharapkan Indonesia dapat menemukan keseimbangan antara melindungi produk dalam negeri dan membuka pasar untuk barang impor yang berkualitas. (*)
Reporter: Ahmad Farhan Alghifari
Redaktur: Fauzan Fakhrizal Azmi
Kampus ITS, Opini — 20 tahun telah berlalu sejak Tsunami Aceh 2004, tragedi yang meninggalkan luka mendalam sekaligus pelajaran
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) senantiasa menguatkan tekadnya untuk membentuk generasi muda yang prestatif
Kampus ITS, ITS News – Perayaan Natal merupakan momen istimewa bagi umat kristiani yang merayakan kelahiran Tuhan Yesus Kristus.
Kampus ITS, ITS News — Departemen Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menggelar pameran karya mahasiswa yang