Kampus ITS, ITS News — Beberapa waktu terakhir, gelombang panas melanda sejumlah negara di Asia Tenggara. Namun, dilansir dari laman bmkg.go.id Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebutkan bahwa Indonesia tidak terdampak gelombang panas akibat kondisi lautnya yang hangat dan dapat menjadi ‘buffer’ atau penyangga dari kenaikan temperatur. Benarkah demikian?
Menurut dosen Departemen Biologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Farid Kamal Muzaki SSi MSi, laut memang memiliki kemampuan untuk mengatur suhu bumi. Dijelaskannya, laut sebagai komponen biosfer dapat memindahkan suhu panas yang terdapat di ekuator menuju kutub bumi. “Laut memiliki sifat lebih lambat dingin atau panas daripada daratan, sifat ini yang turut mempengaruhi suhu di darat,” ungkapnya lebih lanjut.
Tak hanya itu, dosen yang akrab disapa Kamal ini menyebutkan bahwa Indonesia yang 65 persen wilayahnya berupa lautan, sedikit banyak dapat terhindar dari fenomena suhu panas yang berkepanjangan ini. Meskipun demikian, Kamal mengatakan bahwa potensi ini tidak hanya menjadi satu-satunya faktor agar Indonesia tidak terdampak oleh fenomena ini.
Kondisi geografis Indonesia yang terletak di lintang rendah juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan tidak terdampaknya gelombang panas ASEAN. Kamal melanjutkan, beberapa negara yang mengalami fenomena ini adalah negara-negara bagian ASEAN yang berada di sekitar garis 10 derajat Lintang Utara (LU). “Selain itu, minimnya pertumbuhan awan yang akan menghalangi sinar matahari juga menjadi salah satu penyebabnya,” jelasnya.
Menyikapi hal tersebut, dosen yang memiliki fokusan dalam bidang ilmu ekologi laut dan pesisir ini memaparkan bahwa penyebab utama fenomena tersebut pada dasarnya adalah adanya pemanasan global dan kerusakan iklim. Tak hanya itu, salah satu dampak dari kerusakan iklim yaitu pengasaman air laut turut menjadi sorotan dalam bahasan ini.
Pasalnya, lanjut Kamal, pengasaman air laut yang disebabkan oleh adanya penyerapan senyawa karbondioksida oleh laut tersebut dapat menurunkan pH lautan. Dalam hal ini, pengasaman air laut dapat berdampak pada kerusakan terumbu karang, perubahan fisiologis makhluk hidup di lautan, serta dapat mengancam ekosistem laut.
Oleh karena itu, di akhir, Kamal menegaskan bahwa solusi untuk dapat mencegah adanya fenomena ini adalah dengan cara mengurangi penggunaan bahan yang menimbulkan banyak emisi, menghindari pembukaan lahan, serta menggalakkan penanaman pohon yang dapat menyerap karbon tinggi. “Bagaimanapun, keseimbangan ekosistem dan kondisi kesehatan laut adalah pondasi utama dalam menghadapi kerusakan iklim,” pungkasnya. (*)
Reporter: Mifda Khoirotul Azma
Redaktur: Rayinda Santriana U S
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan
Kampus ITS, ITS News — Proses pembuatan batik sebagai warisan tanah air seringkali melibatkan penggunaan zat pewarna sintetis yang
Kampus ITS, ITS News — Terdapat lebih dari 13.000 sumur minyak terbengkalai di Indonesia yang memiliki potensi sebagai sumber energi
Kampus ITS, ITS News — Dalam upaya memperkenalkan pentingnya sertifikasi halal, tim Kuliah Kerja Nyata pengabdian Masyarakat (KKN Abmas)