ITS News

Minggu, 24 November 2024
04 Oktober 2024, 17:10

Dosen ITS Terlibat dalam Pengesahan PSSA Pertama di Indonesia

Oleh : itsgan | | Source : ITS Online
AA Bagus Dinariyana Dwi P ST MES PhD (tiga dari kiri) bersama tim Kementerian Perhubungan RI, dan anggota dari IMO usai Technical Group PSSA di London pada 3 Oktober 2024 lalu

AA Bagus Dinariyana Dwi P ST MES PhD (tiga dari kiri) bersama tim Kementerian Perhubungan RI, dan anggota dari IMO usai Technical Group PSSA di London pada 3 Oktober 2024 lalu

Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus menunjukkan kontribusinya yang besar terhadap kemajuan dunia maritim di Indonesia. Kali ini, tim dosen ITS turut andil dalam pengesahan Nusa Penida dan Gili Matra di Selat Lombok sebagai Particularly Sensitive Sea Area (PSSA) pertama di Indonesia pada forum International Maritime Organization (IMO) di London, Kamis (3/10).

Ketua tim dosen ITS A A Bagus Dinariyana Dwi P ST MES PhD memaparkan, saat ini hanya terdapat 18 PSSA yang telah ditetapkan oleh IMO di seluruh dunia. Oleh karena itu, penetapan Pulau Nusa Penida dan Gili Matra yang terletak di Selat Lombok ini menjadi PSSA ke-19 sekaligus menjadi daerah pertama yang ditetapkan di Indonesia. “Penetapan PSSA Selat Lombok ini sangat penting karena letak geografis Selat Lombok yang menjadi jalur pelayaran internasional,” ujarnya.

Lebih lanjut, Dinar menjelaskan, PSSA adalah kawasan laut khusus yang ditetapkan untuk melindungi ekosistem laut yang unik dan rapuh dari ancaman aktivitas maritim. Selat Lombok sendiri telah memenuhi beberapa kriteria untuk ditetapkan sebagai PSSA, di antaranya kriteria keanekaragaman hayati, ekologis, sosial-ekonomis, dan ilmiah. “Pertimbangan lainnya juga terdapat zona inti yang tidak boleh dieksploitasi selain oleh peneliti,” beber dosen Laboratorium Keandalan dan Keselamatan Sistem ITS ini.

Suasana pembacaan pernyataan dari Indonesia di Plenary setelah Nusa Penida dan Gili Matra di Selat Lombok secara resmi ditetapkan sebagai PSSA oleh IMO di London

Suasana pembacaan pernyataan dari Indonesia di Plenary setelah Nusa Penida dan Gili Matra di Selat Lombok secara resmi ditetapkan sebagai PSSA oleh IMO di London

Proses pengajuan Selat Lombok menjadi PSSA sudah berjalan sejak 2017 lalu. Selama dua tahun belakangan tersebut, tim dosen dari Laboratorium Keandalan dan Keselamatan Sistem di Departemen Teknik Sistem Perkapalan (Siskal) dan Laboratorium Ekologi di Departemen Biologi ITS bersama dengan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) RI telah menyiapkan proposal pengajuan untuk dapat disampaikan ke IMO. Proposal tersebut berhasil diajukan pada Juni 2024 dan telah dievaluasi dalam sidang Komite Perlindungan Lingkungan Kelautan (MEPC) ke-82 pada tanggal 30 September – 4 Oktober 2024.

Hasil pemaparan proposal yang diwakilkan oleh tim dosen ITS tersebut dinilai lengkap dan komprehensif sehingga menuai reaksi positif dari ke-22 delegasi yang menghadiri sidang. Terdapat poin penting yang menjadi kunci diterimanya proposal Indonesia tersebut adalah bahwa di Selat Lombok telah terdapat Associated Protective Measures (Skema Perlindungan Terkait) berupa Traffic Separation Schemes (Bagan Pemisah Lalu Lintas) yang telah diberlakukan resmi oleh IMO pada tahun 2020.

Selaras dengan pernyataan di atas, Dinar mengungkapkan, salah satu poin penting yang terdapat pada proposal tersebut adalah konsep Tri Hita Karana (Harmony with God, Humanity, and Nature) yang dituangkan dalam enam upaya menjaga keharmonisan alam di Bali. Hal itu menjadi faktor penguat kriteria sosio kultural yang jarang dituliskan pada proposal-proposal PSSA sebelumnya. “Ada komentar dari delegasi negara lain bahwa proposal Indonesia bisa menjadi rujukan untuk negara-negara lain dalam penetapan PSSA di kemudian hari,” tutur Dinar bangga.

Terakhir, Dinar berharap dengan penerapan PSSA di Indonesia tersebut dapat lebih meningkatkan kesadaran para pemangku kepentingan terkait akan pentingnya melestarikan lingkungan laut. Selain itu, agar bisa membuka peluang untuk melakukan tindakan yang sama pada wilayah-wilayah lain di Indonesia. (HUMAS ITS)

 


Reporter: Khaila Bening Amanda Putri

Berita Terkait