Kampus ITS, ITS News — Penumpukan limbah rumah tangga yang berlebih memicu pencemaran lingkungan yang mengganggu aktivitas keseharian warga. Merespons isu ini, tim Kuliah Kerja Nyata Pengabdian Masyarakat (KKN Abmas) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) berikan pelatihan pembuatan ekoenzim untuk meningkatkan efisiensi pertanian warga melalui pemanfaatan limbah.
Ketua tim KKN Abmas Mashuri SSi MT menuturkan, masalah limbah yang belum teratasi optimal mendorong masyarakat untuk mencari solusi praktis yang kerap kali merusak lingkungan. Salah satunya dengan membakar sampah secara terbuka. Sayangnya, hasil pembakaran tersebut dapat mencemari tanah dan air yang mengancam keberlangsungan pertanian. Kondisi ini kurang sesuai dengan tujuan implementasi Sustainable Development Goals (SDGs) poin 12 terkait konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab.
Menanggapi masalah tersebut, Mashuri dan tim menginisiasi pelatihan pembuatan ekoenzim bagi warga. Menurut Mashuri, pemilihan inovasi ini didasari pada pertimbangan efisiensi dalam mengatasi tantangan utama pengelolaan limbah. Selain itu, melalui inovasi ini, potensi pertanian warga dapat ditingkatkan dengan penyediaan pupuk organik yang ramah lingkungan. “Jadi, dari inovasi ini banyak hal isu yang bisa diselesaikan,” ujar dosen Departemen Teknik Mesin Industri ITS tersebut.
Lebih lanjut, Mashuri menjelaskan bahwa ekoenzim adalah cairan alami yang dihasilkan dari fermentasi limbah organik. Kandungan enzim yang ada pada cairan jenis ini dapat membantu dalam proses dekomposisi bahan organik serta meningkatkan ketersediaan nutrisi tanaman. Adapun bahan yang digunakan dalam pembuatan ekoenzim ini dapat berasal dari sampah organik limbah rumah tangga, seperti sisa buah-buahan dan sayuran.
Dalam prosesnya, ekoenzim dapat dibuat dengan mencampurkan gula merah ke dalam air dengan perbandingan 1 : 10. Kemudian, sampah organik seperti sayuran dan buah-buahan dapat dimasukkan ke dalam campuran yang sebelumnya telah dibuat. Setelah seluruh bahan tercampur merata, wadah cairan kemudian ditutup dengan tetap menyisakan sedikit sisa ruang untuk udara. Setelahnya, campuran akan melalui proses fermentasi dengan waktu minimal selama tiga bulan.
Sebagai implementasi nyata, inovasi ini pun telah diterapkan di Desa Glinggang, Ponorogo. Desa dengan potensi pertanian yang besar ini masih memiliki pengelolaan limbah sampah rumah tangga yang belum optimal. Oleh karena itu, menurut Mashuri, lokasi tersebut cocok sebagai percontohan untuk implementasi inovasi ini. “Selain mengatasi limbah, lewat kegiatan ini juga bisa membantu memperbaiki kualitas tanah, meningkatkan hasil pertanian, dan mengurangi risiko banjir di Desa Glinggang,” ujarnya.
Menutup tuturannya, lelaki kelahiran 30 April 1991 ini mengatakan, warga desa menyambut baik dan antusias kegiatan ini. Menurut Mashuri, warga desa mampu memahami bahwa ekoenzim merupakan solusi praktis yang lebih baik untuk permasalahan pertanian mereka. Terakhir, Mashuri berharap, inovasi ini akan terus dikembangkan dan disempurnakan. “Semoga bisa menjadi titik awal bagi inovasi Desa Glinggang dalam pertanian yang lebih efisien dan ramah lingkungan.” tutupnya penuh harap. (*)
Reporter : ION6
Redaktur : Shafa Annisa Ramadhani
Kampus ITS, ITS News — Nelayan kerang kini dihadapkan pada tantangan serius akibat menumpuknya limbah cangkang kerang yang terus
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus berupaya mendorong peningkatan kualitas pendidikan dan kesejahteraan guru
Kampus ITS, ITS News — Untuk tingkatkan kualitas maggot, tim mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) inovasikan metode untuk meningkatkan
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus membuka pintu kolaborasi guna meningkatkan kompetensi mahasiswanya dalam