Kampus ITS, ITS News — Fenomena deflasi kembali marak menjadi perbincangan masyarakat Indonesia. Deflasi yang kian memuncak pada Mei hingga September lalu memberi pengaruh bagi kestabilan ekonomi. Maka dengan itu, dosen Departemen Statistika Bisnis Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Fausania Hibatullah SStat MStat ulik penyebab dari fenomena tersebut di Indonesia.
Sebagai pengantar, deflasi merupakan suatu fenomena ketika harga yang beredar di pasar menurun dan membuahkan ketidakstabilan ekonomi. Menjadi lawan dari inflasi, deflasi dapat terjadi ketika barang yang ditawarkan oleh pasar lebih tinggi dibanding jumlah permintaan konsumen sendiri. “Keinginan masyarakat untuk tidak membelanjakan uang yang dimiliki menjadi salah satu faktor terjadinya deflasi,” ungkap Fausania.
Ia juga membeberkan, tidak selamanya kebiasaan menghemat menjadi nilai positif. Terlalu banyak menghemat dan menyimpan uang mampu berakibat buruk bagi kestabilan ekonomi yakni menumbuhkan deflasi. “Terlalu banyak atau terlalu sedikit membelanjakan uang juga tidak baik,” tambah dosen kelahiran Kota Pahlawan tersebut.
Fenomena deflasi yang marak terjadi memberikan dampak besar bagi pasar Indonesia, salah satu sektor yang terdampak dampak ialah sektor bahan bakar minyak (BBM). Pada lima bulan terakhir, dapat diketahui bahwa harga BBM kian menurun, hal tersebut terjadi sebab permintaan BBM oleh masyarakat semakin sedikit.
Pasar tentunya selalu menghadapi fenomena inflasi maupun deflasi, tetapi kedua hal tersebut mampu mencapai titik stabil. Lembaga yang memiliki tanggung jawab dalam mengatur dan mengemban stabilitas ekonomi Indonesia adalah Bank Indonesia (BI). Lembaga independen tersebut mengawasi tingkat deflasi Indonesia, “BI melihat uang yang beredar, ketika uang yang beredar rendah maka ada indikasi akan terjadi deflasi,” tuturnya.
Mengatasi segala fenomena ketidakstabilan ekonomi di Indonesia, BI memiliki tiga fungsi utama yakni menetapkan kebijakan moneter, mengatur stabilitas dan sistem keuangan, dan mengatur sistem keuangan serta mengelola uang rupiah. “Kebijakan BI selalu terbuka setiap bulan melalui konferensi sehingga masyarakat mengetahui ketetapan BI,” jelasnya.
Dengan perannya, ketika fenomena deflasi diperkirakan akan terjadi BI dengan sigap mencetus kebijakan-kebijakan yang dapat mengatasi deflasi tersebut. Terlebih perilaku konsumen bukanlah hal yang dapat dikendalikan, sehingga BI hanya mampu mengawasi dan membuat kebijakan sebagai cara preventif fenomena deflasi.
Tidak hanya pemerintah yang bergerak, masyarakat juga harus turut ikut mendukung program maupun kebijakan yang dicetuskan oleh pemerintah guna menanggulangi fenomena deflasi maupun inflasi. Dosen dengan keahlian di bidang analitika bisnis tersebut menghimbau kepada masyarakat untuk mengatur pola belanjanya agar stabil. “Masyarakat harus bisa mengatur kapan harus mengeluarkan maupun menyimpan uang,” sarannya.
Mengakhiri pernyataannya, Fausania berharap masyarakat dan pemerintah Indonesia dapat bersinergi dengan baik dalam menghadapi maupun mencegah terjadinya fenomena deflasi, inflasi, maupun situasi krisis dalam ekosistem ekonomi lainnya. Ia juga kembali menegaskan masyarakat untuk menjaga sifat konsumsinya. “Semoga masyarakat lebih memperhatikan perilaku konsumsinya sehingga dapat mengurangi kemungkinan fenomena deflasi maupun inflasi terjadi,” tutupnya. (*)
Reporter: ION 14
Redaktur: Bima Surya Samudra
Kampus ITS, ITS News — Rangkaian penutupan kegiatan Manajemen Bisnis Festival (MANIFEST) disuguhkan dengan penuh makna. Melalui talkshow, acara
Kampus ITS, ITS News — Nelayan kerang kini dihadapkan pada tantangan serius akibat menumpuknya limbah cangkang kerang yang terus
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus berupaya mendorong peningkatan kualitas pendidikan dan kesejahteraan guru
Kampus ITS, ITS News — Untuk tingkatkan kualitas maggot, tim mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) inovasikan metode untuk meningkatkan