Kampus ITS, ITS News — Wujudkan peran sebagai penggerak sosial, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Teknologi Kelautan (FTK) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) gelar Simposium Akbar Maritim. Simposium ini dilaksanakan menghadirkan pandangan dari berbagai pihak terkait polemik proyek Surabaya Waterfront Land (SWL), Sabtu (26/10).
Dalam kajian BEM FTK ITS bahwa SWL merupakan proyek reklamasi pada wilayah Pantai Timur Surabaya yang diajukan langsung oleh PT Granting Jaya sebagai pihak swasta kepada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI. Proyek yang diklaim dapat memberikan banyak lapangan kerja baru dan meningkatkan kesejahteraan ini justru mendapatkan respons negatif dan penolakan dari masyarakat.
Menyoroti kasus tersebut, Prof Dr Drs Mahmud Mustain MSc selaku Dosen Teknik Perkapalan ITS menyampaikan bahwa dalam pelaksanaan proyek ini perlu adanya integrasi vertikal dan horizontal. Integrasi dari pusat hingga ke masyarakat maupun antar pihak yang berwenang. Masyarakat perlu ikut dilibatkan sehingga diharapkan tidak menimbulkan konflik bahkan potensi permasalahan ke depannya.
Dari kacamata lain, stakeholder di bidang bisnis Abu Awwadi dari PT JALADRI Prima Solusi menanggapi bahwasannya aspek sosial, lingkungan, dan ekonomi harus benar-benar diperhatikan dari Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya. Hal tersebut mengingat mereka sudah tidak memiliki hak dalam aspek tata ruang. “Bagaimanapun lokasi pembangunan berada di bawah kekuasaan dan lingkungan kita,” jelasnya.
Turut menanggapi, Dwi Djaja Agung selaku perwakilan dari Pemkot Surabaya menyampaikan bahwa mereka justru tidak yakin akan keberlanjutan proyek ini, terutama dari aspek sosial dan lingkungan. Ia berharap dari simposium ini terdapat diskusi, masukan, dan pencarian solusi. “Progres terakhir telah dilakukan diskusi dan penyesuaian desain serta diskusi akan masih terus berlanjut,” paparnya.
Lebih lanjut, Dwija menjelaskan bahwa Pemkot Surabaya memberikan rekomendasi agar rencana pembangunan SWL dapat diarahkan pada Unit Pengembangan Wilayah Laut III Kota Surabaya. Selain itu, menurutnya perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengenai luasan, jarak, dan gangguan arus nelayan dari proyek tersebut mengingat banyaknya dampak yang akan terjadi dari kegiatan tersebut.
Dari sisi lain, Ryan sebagai perwakilan komunitas peduli lingkungan Sea Soldier Surabaya memberikan fokusannya pada aspek lingkungan. Ia menyebutkan bahwa reklamasi yang terjadi dapat mengganggu ekosistem karbon biru seperti mangrove, padang lamun, dan terumbu karang. “Harapannya proyek ini bisa dikaji lagi lebih dalam dan dapat mendengarkan suara-suara penolakan yang ada,” jelasnya.
Sebagai komunitas yang dekat dengan masyarakat, ia juga memberikan perhatian pada nelayan yang akan terdampak. Dirinya menjelaskan bahwa proyek ini dapat menyebabkan nelayan harus berlayar lebih jauh yang tentunya membutuhkan biaya lebih tinggi. Menurutnya, langkah pemindahan ke zona III pun masih harus dikaji dampaknya, khususnya bagi nelayan yang bergantung hidup di sana.
Ketua BEM FTK Bhatara Arundaya Fattahillah Astratamandaru menyampaikan bahwasannya kegiatan simposium ini dilaksanakan guna memberikan peningkatan pemahaman dan pencarian solusi bersama. Sebagai mahasiswa, kontribusi nyata kepada masyarakat akan selalu dibutuhkan. “Semoga melalui diskusi ini dapat menemukan solusi terbaik terutama untuk warga nelayan,” harap Bhatara. (*)
Reporter: ION 7
Redaktur: Rayinda Santriana U S
Kampus ITS, ITS News — Wujudkan peran sebagai penggerak sosial, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Teknologi Kelautan (FTK) Institut
Kampus ITS, ITS News – Pentingnya pengetahuan dalam mengembangkan usaha tidak terbatas hanya bagi orang-orang yang bergelut di bidang
Surabaya, ITS News – Rangkaian acara D’Village 13th dari Departemen Teknik Infrastruktur Sipil Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) resmi
Kampus ITS, ITS News — Urgensitas isu perubahan iklim memerlukan kolaborasi dari berbagai sektor, salah satunya akademisi. Berkontribusi dalam upaya