ITS News

Senin, 27 Januari 2025
27 Januari 2025, 05:01

Meneladani Isra Mikraj sebagai Landasan Kesuksesan bagi Pencari Ilmu

Oleh : itsojt | | Source : ITS Online
Ilustrasi Isra Mikraj

Ilustrasi perjalanan Isra Mikraj Rasulullah SAW (sumber: chatgpt.com)

Kampus ITS, Opini — Peristiwa Isra Mikraj yang dialami oleh Rasulullah SAW mengandung pelajaran mendalam bagi umat manusia. Bagi para pencari ilmu, peristiwa ini menjadi tolak ukur meningkatkan keimanan dan ketakwaan dalam proses mencapai suatu impian.

Peristiwa yang diperingati setiap 27 Rajab ini merupakan perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjid Al-Haram hingga ke Sidratul Muntaha untuk bertemu dengan Allah SWT. Dalam perjalanan ini, Nabi Muhammad SAW menghadapi banyak kejadian penuh hikmah yang dapat menjadi teladan bagi kaum intelektual.

Belajar dari Isra Mikraj

Belajar dari Isra Mikraj buat ilmu menjadi lebih bermanfaat (sumber: detik.com)

Penyucian Diri Nabi Muhammad

Sebelum Nabi Muhammad SAW melakukan perjalanan Isra Mikraj,  beliau disucikan terlebih dahulu oleh Malaikat Jibril. Dalam proses ini, dada Rasulullah dibelah dan dicuci dengan air zam-zam. Penyucian tersebut memberikan dua pelajaran berharga, yakni hikmah dan iman. Menurut Ustadz Adi Hidayat dikanal YouTubenya, hikmah merupakan kumpulan manfaat dari ilmu-ilmu yang dipelajari.

Makna hikmah sejalan dengan kewajiban diri umat Islam untuk selalu belajar ilmu agama dan menambah wawasan umum dengan sebanyak-banyaknya. Dalam menuntut ilmu, kaum intelektual harus memahami bidang keilmuannya dengan baik untuk diterapkan agar dapat memberikan hikmah. Hal ini diperkuat dalam Surah Shad ayat 29 yang berarti, “Kami menurunkannya agar mereka menghayati dan memahami ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal sehat menggunakan akal budinya.”

Selanjutnya, makna iman berarti kepercayaan kepada Allah SWT dan penerapan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. Dalam Surah An Nisa ayat 136 yang berarti,”…tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya (Muhammad) dan kepada Kitab (Alquran) yang diturunkan kepada Rasul-Nya…,” menjelaskan bahwa orang yang beriman harus percaya dan mengamalkan apa yang didapatkannya. Bagi kaum intelektual, hal ini berarti menerapkan ilmu yang didapatkan sesuai pedoman akidah dan akhlak sehingga tidak menimbulkan kerusakan dunia.

Keteguhan Abu Bakar As-Shidiq

Sehabis menempuh perjalanan yang panjang, Rasulullah SAW menerima hadiah sekaligus amanah untuk umatnya berupa salat fardu lima waktu. Ketika beliau menyampaikan peristiwa tersebut kepada masyarakat Mekah, banyak yang meragukan kebenarannya. Hanya Abu Bakar As-Shidiq yang teguh meyakini kebenaran Rasulullah. 

Keteguhan Abu Bakar mengajarkan bahwa hal yang tampaknya mustahil dapat terjadi dengan izin Allah SWT. Sebagai contoh, seorang pencari ilmu yang terlihat tidak mampu atau memiliki keterbatasan, jika Allah berkehendak, orang tersebut dapat berubah menjadi individu yang dikagumi karena kecerdasannya. Untuk mencapai hal tersebut, para kaum intelektual harus senantiasa bertakwa agar iman kita kepada Allah SWT tetap teguh.

Dalam Surah Ar-Ra`d ayat 39 yang berarti,”Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh mahfuzh)”. Ayat ini menegaskan bahwa masa depan sepenuhnya berada dalam kuasa dan rahasia Allah SWT. Kita hanya diminta untuk tetap yakin dan percaya kepada Allah serta Rasul-Nya, agar senantiasa berada dalam lindungan-Nya dan diberi petunjuk terbaik dalam menghadapi berbagai tantangan kehidupan. 

Dari peristiwa Isra Mikraj, kita belajar bahwa perjalanan hidup selalu melibatkan penyucian diri, keteguhan iman, dan keyakinan kepada Allah SWT. Bagi para pencari ilmu, pelajaran ini relevan untuk terus maju meski dihadapkan pada berbagai tantangan. Dengan menanamkan nilai-nilai tersebut, kita dapat menjadi individu yang lebih baik dalam menghadapi perjalanan hidup dan mencapai tujuan. (*)

 

Ditulis Oleh:
Mohammad Fariz Irwansyah
Departemen Statistika
Angkatan 2024
Reporter ITS Online

Berita Terkait