Reformasi 1998 sebagai salah satu sejarah penting di Indonesia (sumber: Pinterest)
Kampus ITS, Opini — Mereka yang tak belajar dari sejarah akan mengulanginya kembali, setidaknya seperti itulah pandangan seorang filsuf asal Spanyol George Santayana. Kecepatan mengejar masa depan tak jarang menyulut perhatian mengenal kejadian di belakang. Hal tersebut bukan lantaran tidak ingin maju ke depan, tetapi realita menunjukkan bahwa adanya pola repetitif pada sejarah.
Dalam situasi tertentu, pengambilan keputusan diri kita hingga para pemimpin kerap kali tak acuh dengan kejadian atau sejarah masa lalu. Hal tersebut menciptakan pengambilan keputusan yang kurang bijak secara berulang. Sehingga, untuk mengambil keputusan yang menyangkut dengan kepentingan jutaan orang, penggunaan sejarah sebagai salah satu rujukan sepatutnya menjadi sebuah keniscayaan, bukan keistimewaan.
Sejarah sendiri, menurut Kuntowijo dalam bukunya Pengantar Ilmu Sejarah, merupakan sebuah rekonstruksi masa lalu. Selain itu, dijelaskan pula berbagai fungsi sejarah sebagai pendidikan kebijakan, pendidikan perubahan, pendidikan masa depan, hingga sejarah sebagai rujukan dan bentuk pembuktian. Artinya, dalam berbagai hal termasuk yang telah disebutkan, penting untuk menjadikan sejarah sebagai bahan pertimbangan sebuah keputusan.
Kendatipun sejarah secara konseptual tidak dapat terulang karena memiliki masa, tokoh, dan peristiwa tersendiri, tetapi perulangan yang dimaksud ialah pola fenomena atau nilai yang dibawa. Beberapa sejarawan, seperti William H Frederick, Karl Max, dan Oswald Spengler, juga mengungkapkan adanya pola pengulangan mengenai fenomena yang terjadi dalam sejarah.
Sebagai contoh pengulangan pola fenomena tersebut adalah pada kejadian seperti keruntuhan sebuah peradaban hingga peperangan. Sebut saja bagaimana kemegahan Kekaisaran Romawi yang jatuh akibat adanya ekspansi besar-besaran serta pemerintahan yang semakin korup dan tidak efisien. Pola kejadian yang serupa dengan kisah tersebut terjadi pula ketika runtuhnya Uni Soviet pada 1991.
Keruntuhan Kekaisaran Romawi yang memiliki pola yang sama pada peristiwa di masa depan (sumber: History Collection)
Meskipun sejarah kini sering kali dikaitkan dengan salah satu mata pelajaran sekolah yang membuat siswa menguap dan mengantuk, tetapi kenyataannya sejarah hadir untuk semua insan yang masih hidup di dunia. Bukan hanya sebagai ilmu hafalan, melainkan sebagai sebuah pembelajaran kehidupan untuk mengambil keputusan yang lebih bijak.
Oleh sebab itu, mempelajari dan mengenal sejarah merupakan sebuah keniscayaan, terlebih sejarah bangsa sendiri. Mempelajari sejarah bukan lagi kegiatan yang membosankan, melainkan proses pengambilan perspektif dan pelajaran agar tidak jatuh kembali di lubang kesalahan yang sama. Akhir kata, seperti pesan Soekarno, jangan sekali-sekali meninggalkan sejarah. (*)
Ditulis oleh:
Bella Ramadhani
Departemen Teknik Lingkungan
Angkatan 2024
Reporter ITS Online
Kampus ITS, ITS News – Perkembangan zaman membawa dampak di banyak aspek kehidupan, tidak terkecuali dalam bidang arsitektur yang
Kampus ITS, ITS News — Sebagai wujud kepedulian terhadap lingkungan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) mengenalkan teknik ecoprint kepada
Kampus ITS, ITS News — I Putu Evan Priya Saguna, mahasiswa Departemen Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Kampus ITS, ITS News — Demi menyemarakkan bulan suci Ramadan, Ramadan di Kampus (RDK)Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menggelar