ITS News

Rabu, 26 Maret 2025
23 Maret 2025, 20:03

Memaknai Sejarah Lebih Dalam, Menghindari Repetisi Masa Kelam

Oleh : itsela | | Source : ITS Online
Reformasi 1998 sebagai salah satu sejarah penting di Indonesia

Reformasi 1998 sebagai salah satu sejarah penting di Indonesia (sumber: Pinterest)

Kampus ITS, Opini — Mereka yang tak belajar dari sejarah akan mengulanginya kembali, setidaknya seperti itulah pandangan seorang filsuf asal Spanyol George Santayana. Kecepatan mengejar masa depan tak jarang menyulut perhatian mengenal kejadian di belakang. Hal tersebut bukan lantaran tidak ingin maju ke depan, tetapi realita menunjukkan bahwa adanya pola repetitif pada sejarah.

Dalam situasi tertentu, pengambilan keputusan diri kita hingga para pemimpin kerap kali tak acuh dengan kejadian atau sejarah masa lalu. Hal tersebut menciptakan pengambilan keputusan yang kurang bijak secara berulang. Sehingga, untuk mengambil keputusan yang menyangkut dengan kepentingan jutaan orang, penggunaan sejarah sebagai salah satu rujukan sepatutnya menjadi sebuah keniscayaan, bukan keistimewaan.

Sejarah  sendiri, menurut Kuntowijo dalam bukunya Pengantar Ilmu Sejarah, merupakan sebuah rekonstruksi masa lalu. Selain itu, dijelaskan pula berbagai fungsi sejarah sebagai pendidikan kebijakan, pendidikan perubahan, pendidikan masa depan, hingga sejarah sebagai rujukan dan bentuk pembuktian. Artinya, dalam berbagai hal termasuk yang telah disebutkan, penting untuk menjadikan sejarah sebagai bahan pertimbangan sebuah keputusan. 

Kendatipun sejarah secara konseptual tidak dapat terulang karena memiliki masa, tokoh, dan peristiwa tersendiri, tetapi perulangan yang dimaksud ialah pola fenomena atau nilai yang dibawa. Beberapa sejarawan, seperti William H Frederick, Karl Max, dan Oswald Spengler, juga mengungkapkan adanya pola pengulangan mengenai fenomena yang terjadi dalam sejarah.

Sebagai contoh pengulangan pola fenomena tersebut adalah pada kejadian seperti keruntuhan sebuah peradaban hingga peperangan. Sebut saja bagaimana kemegahan Kekaisaran Romawi yang jatuh akibat adanya ekspansi besar-besaran serta pemerintahan yang semakin korup dan tidak efisien. Pola kejadian yang serupa dengan kisah tersebut terjadi pula ketika runtuhnya Uni Soviet pada 1991.

Keruntuhan Kekaisaran Romawi yang memiliki pola yang sama pada peristiwa di masa depan

Keruntuhan Kekaisaran Romawi yang memiliki pola yang sama pada peristiwa di masa depan (sumber: History Collection)

Meskipun sejarah kini sering kali dikaitkan dengan salah satu mata pelajaran sekolah yang membuat siswa menguap dan mengantuk, tetapi kenyataannya sejarah hadir untuk semua insan yang masih hidup di dunia. Bukan hanya sebagai ilmu hafalan, melainkan sebagai sebuah pembelajaran kehidupan untuk mengambil keputusan yang lebih bijak. 

Oleh sebab itu, mempelajari dan mengenal sejarah merupakan sebuah keniscayaan, terlebih sejarah bangsa sendiri. Mempelajari sejarah bukan lagi kegiatan yang membosankan, melainkan proses pengambilan perspektif dan pelajaran agar tidak jatuh kembali di lubang kesalahan yang sama. Akhir kata, seperti pesan Soekarno, jangan sekali-sekali meninggalkan sejarah. (*)

 

Ditulis oleh:
Bella Ramadhani
Departemen Teknik Lingkungan
Angkatan 2024
Reporter ITS Online

Berita Terkait