ITS News

Rabu, 02 April 2025
29 Maret 2025, 16:03

Dilema Motivasi dan Kebebasan Belajar dalam Kurikulum Merdeka

Oleh : itsqil | | Source : ITS Online
Suasana semangat belajar siswa SD di sekolah (Sumber: detik.com)

Suasana semangat belajar siswa SD di sekolah (Sumber: detik.com)

Kampus ITS, Opini — Guna mengukur keberhasilan pendidikan, diperlukan adanya sebuah evaluasi terhadap kemampuan belajar siswa di sekolah. Namun, kebijakan Kurikulum Merdeka yang kini tak lagi menerapkan sistem tinggal kelas justru berpotensi menurunkan tingkat motivasi belajar siswa. Lantas, apakah sistem Kurikulum Merdeka tersebut efektif dalam menilai keberhasilan pendidikan di Indonesia?

Momen kenaikan kelas acapkali dianggap sebagai suatu pencapaian atas pembelajaran siswa sekaligus menjadi indikator seorang siswa layak melanjutkan ke jenjang berikutnya. Euforia yang dinantikan siswa ini tak jarang menjadi amunisi semangat dalam belajar untuk memperoleh nilai terbaik. Hal itu mendorong kesadaran siswa akan pentingnya belajar untuk mencapai jenjang berikutnya. 

Sebaliknya, bayangan tinggal kelas dapat menjadi momok para siswa agar lebih giat belajar. Ketakutan akan tinggal kelas sering kali meningkatkan motivasi siswa agar lebih disiplin dalam kelas agar tidak tertinggal teman sekelasnya. Sistem ini rupanya dapat menjadi dorongan untuk meningkatkan prestasi belajar karena munculnya tekad siswa melanjutkan jenjang akademik tanpa hambatan.  

Ilustrasi pentingnya motivasi belajar siswa untuk meningkatkan kualitas pendidikan suatu negara (Sumber: Studyhat.com)

Ilustrasi pentingnya motivasi belajar siswa untuk meningkatkan kualitas pendidikan suatu negara (Sumber: Studyhat.com)

Namun, sistem lulus dan tinggal kelas tersebut rupanya tidak diberlakukan lagi semenjak penerapan Kurikulum Merdeka oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) pada tahun 2021. Kebijakan ini tidak hanya berfokus pada nilai akademis semata, namun juga capaian kompetensi siswa. Terlebih, siswa yang belum mencapai kompetensi tertentu tetap dapat naik kelas dengan mengikuti pembelajaran remedial.

Kebijakan yang digagas Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendiktiristek) periode 2019-2024 ini justru menuai berbagai permasalahan. Mengutip dari laman kumparan.com,  guru mengeluhkan motivasi belajar siswa yang menurun akibat tidak adanya tuntutan naik kelas. Permasalahan tersebut turut didukung dihapuskannya Ujian Nasional (UN) dalam Kurikulum Merdeka yang membuat siswa cenderung semakin malas belajar. 

Permasalahan-permasalahan yang ada tersebut berpotensi mengakibatkan penurunan kualitas pendidikan nasional. Evaluasi kurang ketat dapat menjadi sebuah katalis dalam menciptakan kesenjangan pencapaian kompetensi dan tingkat pemahaman siswa. Tak menutup kemungkinan, hal tersebut dapat berdampak pada penurunan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia pada masa mendatang. 

Oleh karena itu, meskipun Kurikulum Merdeka dirancang untuk pendidikan Indonesia yang lebih baik, perlu adanya evaluasi terhadap sistem wajib naik kelas. Pemerintah perlu meninjau kembali kebijakan ini dengan mempertimbangkan kebebasan belajar dengan daya juang siswa. Dengan demikian, pendidikan di Indonesia dapat berkembang secara lebih optimal tanpa mengorbankan kualitas pembelajaran dan motivasi siswa. (*)

 

Ditulis oleh:
Hani Aqilah Safitri
Studi Pembangunan
Angkatan 2023
Reporter ITS Online

Berita Terkait