Sejak awal pembangunannya, tak sedikit media telah memberitakan berbagai konflik mengenai proses pembangunan jembatan yang menghabiskan setidaknya 200 miliar rupiah dana APBD. Misalnya saja dana ganti rugi kepada nelayan yang tak lagi bisa menjaring rejeki di Pantai Kenjeran. Tak hanya itu, berbagai pendapat kontra mulai dari masalah lingkungan hingga dampaknya bagi masyarakat lokal.
Jika berbicara mengenai pembangunan, tentunya juga berbicara mengenai fungsi. Terdapat tiga fungsi pembangunan jembatan yang digadang menjadi ikon baru Kota Surabaya ini. Fungsi pertama adalah fungsi dari sisi infrastruktur. Selain itu, ada pula fungsi peningkatan ekonomi dan pariwisata.
Dari segi pariwisata, Prof Dr Ir I Gustri Putu Raka, dosen Jurusan Teknik Sipil mengungkapkan, pembangunan jembatan selalu bisa menjadi daya tarik. Seperti halnya Jembatan Suramadu. Selain berfungsi menyambungkan Pulau Jawa dan Madura, ternyata banyak wisatawan yang menyempatkan diri menyambangi jembatan ini. "Namun sifat pariwisata yang ditawarkan adalah pariwisata lokal, bukan pariwisata untuk mancanegara," ujar pria yang akrab disapa Raka ini.
Konon kabarnya, jembatan sepanjang 700 meter ini akan dijadikan daya tarik pariwisata untuk pelancong dari Australia. Beberapa media pemberitaan menyebutkan walikota Surabaya, Dr (HC) Ir Tri Rismaharini MT ingin menyulap Surabaya Timur layaknya Kota Busan di Korea Selatan. Untuk itulah dibangun air mancur menari yang siap mempercantik jembatan ini.
Dari segi infrastruktur, Jembatan Kenjeran berfungsi untuk menghubungkan akses jalan menuju jembatan Suramadu dan Jalan Lingkar Luar Timur (JLLT) Surabaya. Seperti diketahui JLLT Surabaya berfungsi untuk mengurangi kemacetan. Untuk memaksimalkan pembangunan, dipoleslah Jembatan Kenjeran supaya lebih menarik. "Nantinya yang akan diuntungkan juga masyarakat," celetuk guru besar di bidang konstruksi beton ini. (gol/guh)