ITS News

Rabu, 02 Oktober 2024
15 Maret 2005, 12:03

Sumbang Perahu Sebagai Wujud Pengabdian.

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Sorak sorai memenuhi ruangan ketika disebutkan pemenang supremasi tertinggi Indonesia Challenge jatuh ke tangan tim Bagas dari UHT. Ucapan selamat dari berbagai pihak spontan menghampiri sekelompok mahasiswa yang masih shock mendengar keputusan dewan juri. Ya, dialah tim Bagas yang berhak menyandang gelar kejuaraan itu. Berbekal modal pas-pasan, mereka bisa mewujudkan harapan yang selama ini terpendam.

Berawal dari kegemaran mengikuti aktifitas pecinta alam dan olahraga dayung, segelintir mahasiswa UHT ( Universitas Hang Tuah ) tertarik untuk mengikuti Atlantic Challenge, event yang pernah diikuti oleh oleh tim ITS Maritime Challenge tahun lalu. Beberapa bulan setelah terbersit ide itu, mereka mendapat kabar tentang adanya Indonesia Challenge. Keinginan untuk beraksi di pentas Atlantic Challenge pun berubah arah ke Indonesia Challenge."Kami coba arahkan dulu ke Indonesia Challenge karena dipandang lebih sempit ruang lingkupnya dan lebih efisien dilihat dari segi dananya," tutur Jarod, koordinator tim Bagas.

Sekitar September 2003, sebuah kesepakatan dibuat oleh 40 mahasiswa untuk membentuk tim dan nama Bagas terpilih mewakili pribadi dari tim itu sendiri. Bagas, kepanjangan dari Baskara Adi Ganesha Samudra, mempunyai makna Ibarat anak dari Dewa Ilmu Pengetahuan Laut. Tak sedikit waktu yang diperlukan untuk sekedar memberi nama pada tim karena diharapkan semua elemen dalam tim dapat bersikap yang dapat mencerminkan makna yang terkandung dalam nama tersebut.

Tak lama setelah tim terbentuk, semua persiapan dilakukan, mulai dari pembuatan proposal sampai penentuan jenis perahu yang akan dibuat. Daerah Kalang Anyar pun jadi sasaran utama tim Bagas dalam penggalian ilmu pembuatan perahu. Untuk perahu jenis Glatikan ini, mereka hanya perlu waktu dua minggu untuk pengerjaan kerangka kapalnya. Masalah biaya, menurut Jarod, didapat dari hasil pengumpulan iuran anggota tim sendiri."Anggaran untuk membuat perahu ini, pihak kampus tidak memberikan kucuran dana. Tetapi kami tetap diberi 5 juta rupiah untuk persiapan berangkat ke Bali," imbuhnya.

Terlepas dari masalah dana, sebenarnya tim Bagas sendiri kurang yakin bakalan mendapat penghargaan itu. Melihat latar belakang sebagian besar anggota tim yang kurang menguasai teknik mendayung. Tetapi sekali lagi penekanan penghargaan ini bukan terletak pada menang atau kalah, melainkan dinilai dari berbagai hal.

"Sempat tim kami putus asa ketika lomba dayung, sebab sebagian pendayungnya tidak pernah pegang dayung, jadi ya asal dayung aja," aku Fauziati, salah satu pendayung cewek dalam tim ini. Bila dihitung, anggota tim yang benar-benar pendayung ada sembilan orang dan hanya satu orang mantan atlit dayung tingkat nasional, Hani Fadlilah.
Tim Bagas sendiri berkeinginan untuk menyumbangkan perahunya ke Fakultas sehingga pada akhirnya digunakan untuk percobaan ataupun penelitian. Mereka ingin merubah paradigma yang ada, yaitu hasil karya mahasiswa dikembalikan ke kampus sebagai wujud pengabdiannya kepada universitas.(d1ti/Lin)

Berita Terkait