ITS News

Selasa, 01 Oktober 2024
13 September 2005, 17:09

Sang Ayah Larang Belajar, Sarjana Malah Cumlaude

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Sekitar 90 mahasiswa ITS, baik dari program tahap S1, D3 maupun S2, meraih Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) Cumlaude pada Wisuda September 2005 kemarin. Salah satunya adalah Dieky Adzkiya. Mahasiswa Jurusan Matematika ITS ini mencatat IPK tinggi yaitu 3,81. Ia juga pernah menorehkan IP semester sempurna sewaktu semester lima.

Banyak pelajar menganggap Matematika sebagai momok, tapi tidak bagi Dieky. Pasalnya, sedari kecil pria kelahiran 17 Mei 1983 ini sudah terbiasa dengan matematika. Dulu, saat masih SD, Dieky selalu diberi teka-teki oleh ayahnya, Mochammad Munawar SSi. Saat itu sang ayah sedang menempuh kuliah di jurusan Matematika, jadi tebakan yang diberikan pun tak jauh dari ilmu hitung-menghitung.

“Ayah mengajari matematika sambil guyonan, caranya asyik, saya sering dikasih tebakan,” tandas mahasiswa angkatan 2001 ini. Karena metode yang diterapkan sang ayah, membuat Dieky lengket dengan pelajaran yang sering ditakuti pelajar ini. Dari tebak-tebakan itu, ia mendapat filosofi hidup. “Ayah selalu menanamkan tantangan akan barang susah, sehingga saya pun termotivasi menguasai barang susah seperti pelajaran Matematika,” cerita pria yang kini langsung kuliah di S2 ITS ini.

Dieky yang asli Lamongan, mengatakan untuk pelajaran Matematika ia tidak pernah sama sekali mencontek teman. Ia pun baru serius belajar saat dirinya menginjak bangku SMU. Ini karena guru SLTP-nya memotivasi Dieky untuk belajar serius karena Ebtanas adalah ujian terakhir di SLTP. Percaya nggak percaya, peraih IPK cumlaude ini nyaris gantung kelas. “Sewaktu SD kelas lima, saya pernah lho hampir nggak naik kelas, istilahnya naik kelas karena percobaan,” ungkap mahasiswa yang kos di Keputih, Sukolilo ini.

Pria berperawakan tinggi ini juga menjelaskan alasan lain yang membuatnya menyukai matematika. Saat IPT mahasiswa baru ITS, lanjut Dieky, Pak Sulis (dosen matematika) pernah bercerita tentang keunggulan bidang ini. “Matematika tidak tergantung alat, di mana pun dan kapan pun bisa digunakan, cukup hanya dengan sebatang ranting,” ujarnya menirukan ucapan Sulis. Misalnya saja orang Mesin hanya akan bisa bekerja jika ada Mesin, begitu juga bidang lain. Namun, tidak begitu dengan Matematika yang hanya mengandalkan analisis otak.

Yang unik dari mantan Kadep Dakwah Kajian Jurusan Ibnu Muqlah Matematika ITS ini, hampir seluruh anggota keluarganya senang dengan matematika.”Selain ayah, adik-adikku juga suka matematika,” papar Dieky yang punya tiga adik ini. Yang menarik lagi, sang ayah tidak pernah menyuruhnya belajar. “Ayah dan ibu bertentangan, ayah nggak pernah nyuruh belajar, malah beliau selalu nyuruh main,” komentar lelaki yang mempunyai ibu bernama Inayatul Karimah. Sebaliknya, ibunya terus mendorongnya untuk terus belajar. “Mungkin agar seimbang, ini juga faktor biar saya bisa serius dan santai,” papar Dieky berseloroh mengakhiri wawancara. (th@/tov)

Berita Terkait