ITS News

Minggu, 29 September 2024
30 November 2006, 10:11

Ir Tavio MS PhD, Sumbang Paten untuk Singapura

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

”Saya menyadari sejak awal terhadap konsekuensi hasil kerja saya itu, karena memang saat menandatangani pemberian program beasiswa dari pemerintah Singapura, tertulis jelas pernyataan bahwa semua hasil kerja selama saya menerima beasiswa menjadi milik pemerintah Singapura. Maka jadilah dua paten dari hasil kerjanya untuk memperoleh gelar doktor dari Nanyang Technological University, Singapura itu kini menjadi milik pemerintah Singapura,” katanya mengenang.

Diungkapkan dosen Jurusan Teknik Sipil yang masih lajang ini, saat itu dirinya merasa perlu untuk mengembangkan ilmunya dalam bidang struktur beton dan berusaha mencari beasiswa ke sana ke mari, dan ternyata pemerintah Singapura menawarkan beasiswa yang dimaksud tanpa persyaratan. Artinya, setelah ia lulus, tidak terikat untuk menjalankan ikatan dinas atau kerja di sana. ”Karena keinginan saya begitu besar, maka saya pun kemudian mulai menjalankan berbagai tes. Ada tiga orang dari Indonesia yang ikut saat itu, dan saya kemudian terpilih untuk mengambil program doktor di Nanyang Technological University untuk bidang teknik struktur,” kata penghobi olah raga tenis meja ini.

Program doktor di NTU itu dijalani Tavio dalam waktu tiga tahun dengan predikat sebagai lulusan cumlaude dengan nilai indeks prestasi akademik (IPK) sempurna 4. ”Ada dua hasil kerja saya dan menjadi dua paten selama saya menerima beasiswa untuk memperoleh gelar doktor di sana. Paten pertama tentang desain untuk struktur plat datar, dan kedua, paten desain beton bertulang plat datar untuk pra-tegang,” katanya.

Diakui Tavio, kedua patennya punya spesifikasi yang memungkinkan sebuah proyek bangunan dikerjakan bisa lebih cepat dan efisien dalam hal pembiayaan. Paten pertama, katanya menjelaskan, memang benar-benar ide baru karena selama ini selalu bangunan bertingkat selalu disertai hadirnya kolom dan balok. Sementara pada paten ini tidak memerlukan balok dan bisa langsung menggunakan struktur beton datar atau plat datar, sehingga pengerjaannya lebih mudah dan murah. ”Kelebihan lainnya, pada paten ini bisa digunakan untuk plat datar yang ireguler atau tidak beraturan, dimana jarak antar kolom tidak harus sama. Inisiatif bisa diterapkan pada bentuk ireguler datang dari bentuk arsitektur modern yang saat ini seringkali menempatkan kolom tidak pada jarak sama atau beraturan, sebagai bagian dari mempertahankan segi estetika bangunan,” katanya.

Sedang paten kedua, kata Tavio yang menyelesaikan masa studinya di program sarjana, master dan doktornya berturut-turut meraih predikat cumlaude ini dan dua diantaranya memperoleh IPK sempurna 4, berkaitan dengan pengembangan paten pertama. Hanya bedanya digunakan untuk desain beton bertulang plat datar untuk pra-tegang dengan spesifikasi dapat digunakan pula pada bentuk ireguler. ”Saya rasa perusahan-perusahan beton di Indonesia belum ada yang memproduksi beton bertulang plat datar untuk keperluan ireguler. Kalau untuk keperluan biasa mungkin sudah banyak dan kita mampu,” katanya.

Tahan Gempa
Ditanya apakah tidak menyesal dengan keputusannya itu? Putra kedua dari empat bersaudara pasangan Lanny dan Benjamin Widjojo ini mengakui, perasaan menyesal itu pasti ada. Tapi ia selalu punya pikiran positif, bahwa ilmu tidak hanya sampai pada apa yang telah dipatenkan itu, tapi akan terus berkembang. ”Sekarang saya sedang mengembangkan lebih jauh lagi dari paten itu, untuk desain struktur plat datar dengan beban gempa, dan desain beton bertulang plat datar untuk pra-tegang juga dengan beban gempa. Kebetulan Indonesia merupakan daerah paling banyak berkemungkinan terjadinya gempa, maka saya pun kini mengembangkannya ke sana,” katanya.

Bagaimana caranya? Tentu, katanya menjelaskan, sangat berbeda seperti apa yang dilakukannya di Singapura. ”Kalau di Singapura saya mulai mengumpulkan data membuat analisis, menyusun teori hingga bisa mewujudkannya dalam bentuk eksperimental di laboratorium dengan skala satu banding satu, di Indonesia dengan segala keterbatasan saya baru melakukannya melalui simulasi-simulasi,” katanya.

Kenapa itu bisa terjadi, kata Tavio bernada tanya dan kemudian dijawabnya sendiri, karena dana penelitian di sana sangat-sangat besar. Selain itu semua peralatan di laboratorium mendukung untuk berbagai uji atau tes. ”Di Indonesia dana penelitian terbatas dan kecil, sehingga seringkali baru sampai pada bentuk-bentuk simulasi, belum sampai pada tingkat eksperimental benda uji yang nyata,” katanya.

Ke depan, Tavio berharap, penelitiannya yang menekankan pada faktor keamanan tahan gempa bisa sampai pada tahap eksperimental dan dipatenkan untuk kepentingan bangsa Indonesia. (Humas/ftr)

Berita Terkait