ITS News

Minggu, 29 September 2024
08 Februari 2007, 12:02

Dekan FTK Dirikan Joglo Warisan di Keputih

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Pagi itu, semua orang yang berada di lokasi pembangunan sedang asyik melahap sarapannya. Disuguhi Soto Kudus dan Nasi Gandul khas Pati membuat seolah suasana kekeluargaan terjalin akrab. “Ini namanya sambatan, dimana kalau dulu ada yang membangun rumah, semua warga kampung datang,” ujar Asjhar menerangkan. Setidaknya terdapat 20 pekerja yang akan mendirikan rumah Joglo tersebut. “Kami datangkan beberapa diantaranya dari Pati, karena mereka yang mengerti bagaimana menyusunnya,” ungkap Asjhar sembari menunjuk tiga orang yang dimaksud.

Konstruksi dari rumah ini memang berbeda dengan rumah seperti lazimnya yang ada di Indonesia. Semua struktur berasal dari kayu jati seratus persen, artinya tidak ada bahan lain seperti paku dalam membangun rumah yang pertama kali dibuat sekitar 160-170 tahun yang lalu. Asjhar mengatakan, semua elemen struktur masih asli sejak pertama kali didirikan. “Hanya genteng, platfon dan mungkin lantai yang tidak asli lagi,’” kata Asjhar menimpali.

Konstruksi rumah yang dapat dibongkar pasang (knock down) memungkinkan rumah berukuran 12×11 meter ini untuk dibangun dimana saja. Pemasangannya pun tak terlalu rumit, hanya menggabungkan tiap elemen yang bersesuaian lalu diletakkan begitu saja, tidak ditanam atau disangga apapun. Pantas saja proses mendirikannya dinamai Nyeblokno Omah Joglo, artinya menjatuhkan rumah Joglo. “Mereka (rumah Joglo, red) sendiri yang menyangga rumahnya dengan struktur yang mengikat kuat satu sama lain dan juga kayu jatinya yang sudah berat membuat rumah ini kokoh, “ jelas Asjhar. “Buktinya sudah tahan lebih dari satu setengah abad yang lalu,” tambahnya meyakinkan.

Rumah yang merupakan warisan dari canggah-nya (lima generasi sebelumnya, red) ini sengaja didatangkan Asjhar ke Surabaya supaya ada orang yang terus melestarikannya. Asjhar berharap barang langka yang telah ada pada masa Diponegoro ini masih dapat dilihat para generasi saat ini. “Supaya mereka dapat melihat rumah yang semuanya beerasal dari kayu Jati dan agar mereka tau bahwa sesepuh kita sudah dapat membuat rumah yang bisa dibongkar pasang hanya dengan peralatan seadanya,” harap Asjhar.

Andy Mapajaya, seorang pengamat bangunan arsitektur tradisional, yang turut menyaksikan Nyeblokno Omah Joglo menjelaskan bahwa rumah tersebut merupakan gabungan dari budaya Kudus dan Pati yang keduanya memiliki budaya yang hampir mirip. Selain itu, dipahatannya juga dapat melihat proses perubahan budaya Hindu ke Islam. “Salah satunya kita bisa melihat pada tiang depan yang berfungsi sebagai pintu terdapat ukiran elapak tangan manusia di kedua sisinya yang melambangkan orang sedang ber-takbiratul ihram,” paparnya. Ukiran bunganya pun, pungkas Andy, sudah berbentuk melati sebagai lambang Islam dan bunga teratai yang biasa diidentikkan dengan Hindu sudah mulai mengecil. (Zn/th@)

Berita Terkait