ITS News

Minggu, 30 Juni 2024
13 Oktober 2010, 10:10

Peneliti Amerika Riset Evolusi Sel di ITS

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Memulai, berusaha, dan pantang menyerah. Begitulah  asisten profesor ini mengawali penelitian rumitnya. Hingga saat ini, hanya segelintir orang yang tertarik terjun dalam ilmu evolusi. Namun, bagi asisten yang kerap disapa Debi ini, meneliti evolusi adalah bagian dari sains. “Belajar sains itu menyenangkan,” ungkap peraih Fulbright Scholar ini.

Dengan tekad yang gigih itulah, Debi mengunjungi Indonesia. Baginya, Indonesia kaya akan hewan-hewan yang memudahkan penelitiannya terkait evolusi  makhluk hidup. Ketika dihadapkan berbagai macam kota di Indonesia, peraih AREA NIH Grant award ini lebih melabuhkan pilihan riset di kota Surabaya.

“Surabaya itu dekat dengan Coral Triangle (Bali, Lombok, Madura, red),” ungkapnya. Kondisi laut di sekitar Surabaya pun turut mendukung penelitiannya. Memilih jurusan Biologi ITS sebagai tempat riset juga bukan tanpa pertimbangan matang. Keberadaan laboratorium ekologi laut lah yang menjadi alasan terbesarnya. “Kampus lain belum memilikinya. Laboratorium ekologi ini sangat mendukung saya,” terangnya.

Dalam setahun ini, Debi tengah mendalami dua hal sebagai bahan penelitiannya. Pertama, evo devo (Evolutionary developmental biology). Ilmu ini secara khusus mempelajari proses-proses perkembangan pada hewan dan tumbuhan yang berbeda untuk menentukan hubungan kekeluargaan antara organisme tersebut. Serta, mengetahui bagaimana proses perkembangan ini berevolusi.

“Saya mempelajari perkembangan evolusi saat tahap embrio,” ujar anggota dari Society for Developmental Biologists. Untuk evo devo, ia lebih condong pada penggabungan dua embrio yang berbeda. Misalnya, saat embrio tokek digabung dengan embrio ayam, bagaimana pertumbuhan embrio tersebut.

Diakui Debi, penelitian ini cukup sulit. Ia masih belum menemukan apa yang ia harapkan. Seperti contoh penggabungan dua embrio berbeda tersebut. “Saya penasaran apakah akan terbentuk embrio baru atau kedua embrio tetap tumbuh masing-masing,” lanjut asisten yang telah merampungkan 20 penelitian serupa.

Penelitian kedua yang tengah ia geluti, tak jauh berbeda. Ia ingin mengetahui keadaan evolusi sel glia dalam ubur-ubur. Seperti diketahui, porifera (hewan berpori) sebagai tingkatan terendah dalam urutan organisme, tidak memiliki sel glia. “Ubur-ubur dulu termasuk coelenteratara. Namun, sekarang masuk kelas yang berbeda,” tambahnya.

Lebih detail, Debi memaparkan ubur-ubur (Cnidaria) memiliki kelas diantara organisme yang tidak memiliki dan organisme yang memiliki sel glia . Fakta tersebut mempertanyakan adanya Deoxyribonucleic acid (DNA) sel glia dalam ubur-ubur. “Sebenarnya, setiap organisme memiliki sel yang sama,” imbuhnya.

Untuk mengungkap hipotesanya, Debi melakukan pengecekan dengan alat bantu yang disebut Imuno Histologi (IHC). “Alat ini sangat mahal. Di Indonesia tidak ada,” ujarnya. Ia justru membawa alat tersebut dari universitasnya. Namun cukup disayangkan, pihak rumah sakit yang ingin diajak kerja sama masih cukup menyulitkan proses.

Mengenai penelitian ubur-ubur, ia sudah mengarungi pantai kenjeran pada bulan Februari, Maret, dan  April. Bulan-bulan tersebut memang waktu yang baik untuk menangkap ubur-ubur  kecil. Sebelumnya ia juga mencari hewan itu di tiga daerah lain. Yakni, Tuban, Lamongan, dan Prigit. Namun, sempat terjadi keanehan ketika ia mulai mencari di bulan baik penangkapan ubur-ubur kecil.

“Ini akibat global warming. Keberadaan ubur-ubur di Indonesia sudah tidak jelas lagi,” serunya. Di daerah Tuban, Lamongan, dan Prigit sudah tidak ditemui ubur-ubur lagi. Sedangkan, di Kenjeran, hewan penyengat tersebut masih mudah dicari.

Meski begitu, Debi tetap fokus penelitian di Jawa dan Indonesia. “Saya tetap ingin merampungkan penelitian ini di Jawa Timur,” ujarnya sembari tersenyum. Boleh dibilang, ia nyaman dengan kondisi wilayah Jawa Timur dibanding provinsi lain.

Bersama muridnya dari ITS dan Los Angeles, Debi sudah melakukan tiga kali percobaan dengan hasil yang tetap sama. “Sesulit apapun, kami akan berusaha,” tegasnya. Ia akan berusaha menjadikan hipotesisnya mengenai keberadaan sel Glia dalam ubur-ubur hingga dianggap fakta. (esy/yud)

Berita Terkait