ITS News

Sabtu, 09 November 2024
15 Maret 2005, 12:03

Menatap Wajah Sistem Pendidikan Nasional

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Sistem pendidikan Indonesia yang masih menganut feodalisme dengan menerapkan sentralisasi di jaman orba, kini sudah tidak adaptif lagi dengan kondisi tantangan global. Bermula sistem pendidikan dari seorang guru yang hanya "teaching " atau mengajar saja, melainkan harus berganti wajah menjadi "reading to Learn". Dimana, seorang anak didik harus sebisa mungkin untuk mulai memotivasi diri sendiri dalam belajar, disamping guru sebagai pengajar serta pendidik yang menjembatani keilmuan kepada anak didiknya.

Problem inilah yang diangkat oleh Himpunan Mahasiswa Statistik ITS dalam acara bedah buku dengan mengambil tema "Manajemen Pendidikan Nasional & UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional & Kurikulum Berbasis Kompetansi", Rabu (12/5) siang. Meskipun acara ini sempat molor sampai satu jam lebih, namun tidak menyurutkan antusias puluhan peserta untuk tetap menunggu sang pembicara utama hadir.

Setelah sekian menit, Drs. Kresnayana Yahya, Msc belum juga menampakkan kehadirannya. Akhirnya panitia memutuskan untuk menunda satu jam acara ini. "Pihak panitia menyampaikan permohonan ma’af atas keterlambatan bedah buku tidak sesuai dengan jadwal," kata yang terlontar dari Yahya, salah satu perwakilan dari pihak panitia.

Beberapa saat kemudian, menyusul kehadiran Kresnayana yang telah lama ditunggu-tunggu oleh peserta. "Mengapa saya harus mengangkat Holistic Child Development?" ucapan pembukaannya. Seorang pendidik, menurut Kresnayanan harus mampu membangkitkan antusiasme murid untuk belajar dan terus menerus berkembang sesuai potensinya. "Kesemuanya itu kini mulai diadopsi dalam sistem pendidikan berbasis kompetensi, " jelas anggota Dewan Pendidikan Jawa Timur ini.

Melanjutkan hal yang senada, Kresnayana juga menyampaikan mengenai sistem pendidikan Indonesia tidak harus mengalami perubahan yang drastis, "Tidak lain, korbannya adalah anak didik dan ini konyol sekali," ucapnya dengan tersenyum. Oleh karena itu, tidak pentinglah merubah-rubah sistem pendidikan jika menengok output dalam aplikasi sehari-hari masih buruk, lanjutnya.

Dari 60-an peserta yang ikut, hadir dalam bedah buku Dies Maharani, seorang guru SMU Negeri Waru, Sidoarjo. Di sesi diskusi dia mengutarakan tentang kenyataan yang ditemuinya di lapangan bahwa, "Sistem itu tidak merubah anak didik sedemikian baik, namun perlu merevisi mata pelajaran yang lebih aplikatif di kehidupan sehari-hari," ungkapnya.

Atas pertanyaan itu, Kresnayana mengutarakan solusi yang dapat menjawab problem guru SMU Waru ini, "Semua harus dimulai dari kita sendiri sebagai pendidik dan pengajar," ujar dosen Statistik. Semuanya bisa bermula dari pengajar sendiri yang sedikit berbeda dengan sistem yang berlaku tetapi tidak langsung bersebrangan dengan sistem pendidikan itu sendiri. Hal ini mengingat sosialisasi pendidikan kompetensi kepada wali murid sangat kurang, pungkas Kresna. (mut/ryo)

Berita Terkait