Menjadi mahasiswa nomor satu dalam hal prestasi di kampus perjuangan tidak pernah tercatat dalam target hidup pria asal Jakarta ini. ”Saya tidak pernah terpikir akan menjadi Mawapres. Tapi karena keseringan ikut lomba dan menang, ketua jurusan saya justru merekomendasikan untuk daftar,” ujarnya.
Akrab disapa Adit, ia mengaku sempat sulit memulai hari-harinya sebagai mahasiswa ITS di tahun pertamanya. Pasalnya, kala itu, ia mengalami kesedihan karena sempat tertolak di salah satu perguruan tinggi terbaik di Indonesia. ”Ini bukan tentang seberapa dalam saya pernah jatuh, tapi seberapa tinggi saya bisa bangun di ITS. Akhirnya saya bisa berdamai dengan kenyataan,” ungkapnya mengenang.
Bertekad untuk bisa berprestasi meski bukan di kampus pilihan pertama, Adit memulai debut prestasinya di tahun kedua, tepatnya di semester tiga perkuliahan. Bermodalkan keberanian, ia bersama satu rekan sejurusannya mendaftar pada sebuah kompetisi desain pemrograman. Ide yang dibawa pada kompetisi di Korea Selatan ini adalah e-learning tentang pembelajaran iklim dan cuaca. Dalam ide tersebut, disisipkan pula edukasi cara mengatasi angin topan typhoon.
Berhasil masuk final, ia dan tim pun diundang ke Incheon untuk melanjutkan pertandingan babak akhir pada September 2012. Alhasil, di ajang E-Learning International Contest of Outstanding New Ages (e-ICON) World Contest tersebut, ia berhasil meraih juara kedua. ”Sejak saat itu, saya menyadari apapun bisa diraih dengan usaha,” pungkasnya. Prestasi yang paling berkesan baginya ini dianggapnya menjadi pembuka jalan karena membuatnya menjadi lebih optimis menghadapi kompetisi lainnya.
Selang satu bulan setelahnya, Adit pun kembali menorehkan prestasi. Melalui karya desain Innovative Low-cost Touch Screen Table using Infrared Technology, anak sulung dari dua bersaudara ini kembali meraih gelar juara. Dalam kategori Smartware, Adit menempati posisi kedua pada ajang Pagelaran Mahasiswa Nasional bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (Gemastik) tahun 2012. ”Inovasi ini dikatakan murah karena dengan hanya bermodalkan lima juta rupiah, saya bisa menciptakan alat seharga 75 juta rupiah,” terangnya.
Pria yang memiliki hobi travelling ini pun menutup akhir tahun 2012-nya di Brunei Darussalam dengan menjadi finalis Asia Pasific Information and Communication Tehnology Alliance (APICTA) Awards 2012. Ia bersama rekannya menciptakan Monoclone, yakni sebuah antivirus yang dapat melakukan scan dengan cepat menggunakan malware trapping technology.
Tak hanya cerdas dalam hal keprofesian, rupanya pria berkulit putih ini pun memiliki kemampuan diplomasi yang tak diragukan lagi. Ia membuktikannya dengan terpilih menjadi bagian dari tim delegasi ITS pada lomba simulasi sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Boston, USA.
Pada ajang Harvard National Model United Nations (HNMUN) 2015 tersebut, Adit yang berada dalam komisi sains dan teknologi berhasil menjadi juara pada lomba Social Venture Challenge (SVC) HNMUN bersama satu rekannya. Ia membawa sebuah ide proyek sosial tentang budidaya cacing. ”Kami pun didanai sebesar 3.000 dolar Amerika untuk pengembangan proyek,” jelasnya.
Penggagas Printer 3D
Salah satu hal yang khas dari sosok mahasiswa berusia 23 tahun ini adalah printer tiga dimensi (Printer 3D). Untuk mengembangkan idenya ini, awalnya Adit menerima dana dari Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) pada gelaran Technopreneurship Pemuda 2013. Temuannya itu berhasil menjadi juara utama pada ajang Gemastik 2013 yang ditenggarai oleh Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (DP2M) Pendidikan Tinggi.
Printer 3D ini ia akui sebagai karyanya yang paling dibanggakan. Berkat inovasinya ini, Adit pun meraih penghargaan dari Kementerian Pemuda dan Olahraga. Ia terpilih menjadi lima terbaik dari ratusan mahasiswa sebagai pemilik Karya Terbaik Apresiasi Inovasi Iptek bagi pemuda Nasional di tahun yang sama. ”Ini adalah karya yang saya mulai dari nol, benar-benar baru. Dibuat bukan untuk ikut lomba, tapi murni untuk dedikasi. Menang di berbagai kompetisi itu bonus,” terang pria yang bercita-cita menjadi seorang technopreneur ini.
Tips Menjadi Mawapres
Adit sangat menekankan kepada mahasiswa untuk jangan mudah berpuas diri dengan apa yang didapatkan di kelas ataupun di kampus. Menurutnya, jangan puas dengan hanya mendapat nilai A dan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) bagus. Hanya mendapat nilai bagus itu tidak sesuai dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi,” ujar mahasiswa pemilik IPK hampir cumlaude ini.
Tri Dharma Perguruan Tinggi mengusung tiga hal, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Ketiga hal itulah harus ada pada diri seorang Mawapres. Menurutnya, mahasiswa yang ideal adalah mahasiswa yang tidak hanya berprestasi, namun juga mampu berorganisasi, dan memiliki hubungan sosial yang baik.
Meski demikian, ada beberapa hal yang ia sayangkan. Kebanyakan mahasiswa ITS menghabiskan masa satu tahun pertamanya dalam agenda kaderisasi yang tak jarang hasil luarannya kurang jelas dan hanya menghabiskan waktu. ”Andai kaderisasi lebih terintegrasi untuk membentuk mahasiswa yang prestatif. Dalam hal ini saya mendukung pernyataan Rektor baru untuk mendesain kaderisasi yang lebih jelas,” paparnya.
Selain itu, ia pun ingin ITS tidak merasa hebat hanya karena ada segelintir mahasiswanya yang berprestasi. Ia memandang bahwa sebenarnya ada ribuan mahasiswa ITS lain yang harus diperjuangkan. Dengan menjadi seorang Mawapres, ia berharap bisa memotivasi mahasiswa ITS lainnya untuk terus berprestasi. ”Semoga nama ITS semakin harum, karena dengan menjadi Mawapres, itu berarti merepresentasikan karakter prestatif dari mahasiswa di suatu kampus,” papar mahasiswa yang berencana studi lanjut bidang manajemen bisnis ini. (imb/fin)
Kampus ITS, ITS News — Memberikan dedikasi terbaiknya dalam pengembangan riset dan pemberdayaan ilmu pengetahuan, kembali membawa dosen Departemen Kimia,
Kampus ITS, ITS News — Mengimplementasikan salah satu program yang disampaikan pada Pidato Rektor Awal Tahun 2025, Institut Teknologi
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali meneruskan estafet kepemimpinan dalam lingkup fakultasnya. Dr Ing
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali melahirkan doktor berprestasi, yakni Dr Muhammad Ruswandi Djalal SST