Dalam menyambut gelaran akbar bangsa Indonesia yang ke-70, DIP Center menggelar kompetisi nasional dengan mengangkat tema Refleksi Kemerdekaan dan Segala yang Berkaitan Dengan Kondisi Kebangsaan. Saat ditemui, rona bahagia terlihat di wajah mahasiswi asal Riau ini. Berkat puisi berjudul Merdeka Sekali Lagi, Dita berhasil meraih posisi pertama.
"Ini kali pertama saya mengikuti kompetisi menulis dan berhasil menyabet Juara Satu," ungkapnya. Tak hanya itu, kemenangan ini menjadi lebih istimewa, karena puisi tersebut hanya dibuat dalam beberapa jam saja.
Rasa tidak percaya sempat menghampiri Dita, ketika diumumkan menjadi sang juara, Rabu (19/8) lalu. "Saya sempat kaget, ketika nama saya diumumkan menjadi juara pertama," kenangnya. Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa di awal mengikuti lomba, Dita tidak menargetkan diri untuk menjadi juara. Ia hanya ingin menuliskan pemikirannya dalam bentuk bait puisi mengenai arti kemerdekaan yang sesungguhnya.
Menurutnya, secara de jure (secara hukum, red) Indonesia merupakan negara yang telah merdeka dan lepas dari belenggu penjajah. Namun, secara de facto (kenyataan, red) sebenarnya Indonesia belumlah merdeka. Ini terlihat dari beberapa peraturan yang telah dibuat, dimana peraturan tersebut lebih mengarah pada keuntungan pribadi. "Kemerdekaan saat ini hanya milik kaum atas (penguasa, red), sedangkan rakyat miskin hanyalah penonton," aku mahasiswi yang tergabung dalam Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) 1.0 ITS.
Dalam puisinya, ia mengibaratkan kondisi Indonesia sebagai bangsa berkerah putih, bertangan buntung, berwajah lokal. Baginya, gambaran tersebut cocok untuk Indonesia saat ini. Dimana, kepentingan rakyat bukanlah nomor satu. "Saat ini, pelecehan lima sila dalam tubuh pancasila marak terjadi. Akibatnya, bangsa ini mudah untuk di propaganda, dan rakyatlah yang akhirnya menjadi korban," tegasnya.
Ia juga mengungkapkan Pancasila sebagai pondasi dasar dan cita-cita bangsa pasca kemerdekaan mulai dilupakan. "Ini sebagai hasil dari pemikiran kapitalis yang dibawa oleh pemimpin bangsa saat ini," jelasnya. Jika hal ini terus terjadi, maka bangsa ini tak ubahnya hanyalah bangsa yang tak bertuan.
Ia berharap, kritikan yang ia tulis dalam bingkai puisi mengenai kondisi bangsa Indonesia ini, dapat menjadi awal dari perubahan Indonesia menjadi negara yang lebih baik. "Saya berharap di usia ke-70 ini, Indonesia menjadi ‘tuan’ di negerinya," harapnya.
Di akhir, Dita turut berpesan kepada seluruh mahasiswa agar berjuang bersama dengan pemikirannya untuk membangun bangsa Indonesia menjadi lebih baik. "Bangsa ini membutuhkan generasi muda yang berintelektual dan bermoral," pungkasnya. (sho/man)
Kampus ITS, ITS News — Memberikan dedikasi terbaiknya dalam pengembangan riset dan pemberdayaan ilmu pengetahuan, kembali membawa dosen Departemen Kimia,
Kampus ITS, ITS News — Mengimplementasikan salah satu program yang disampaikan pada Pidato Rektor Awal Tahun 2025, Institut Teknologi
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali meneruskan estafet kepemimpinan dalam lingkup fakultasnya. Dr Ing
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali melahirkan doktor berprestasi, yakni Dr Muhammad Ruswandi Djalal SST