ITS News

Selasa, 03 September 2024
07 Agustus 2006, 14:08

Nurani bagi Lebanon

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Qana, sebuah desa indah di kawasan Lebanon menjadi saksi bisu kebiadaban tentara Israel atas kemanusiaan. Desa yang difungsikan sebagai tempat pengungsian ini luluh lantak setelah rudal-rudal berdaya ledak tinggi Israel dihujamkan layaknya hujan. Semua hancur, semua habis dan yang ada hanya tangis. Daun-daun yang masih hijau itu berguguran, menikmati syahid mereka di masa yang sangat muda.

Bukan hanya korban nyawa, selain indah Lebanon dikenal sebagai negeri yang mempunyai sejarah peradaban yang panjang. Di perutnya, Lebanon menyimpan ribuan artefak dari masa sebelumnya yang gemilang. Kahlil Gibran menggambarkan negerinya itu sebgai negeri yang subur. Dimana padang-padang yang panjang dan luas terhampar, dengan bukit-bukit teduh yang menaungi para pengembara, dimana tempat segala kearifan bertemu.

Benar apa yang dikatakan Donald B. Calne dalam bukunya yang menarik Within Reason: Rationality and Human Behavior, dimanakah batas nalar manusia? Kita semua sepakat bahwa nalar dan rasionalitas banyak berpengaruh pada kehidupan manusia. Sejak awal, manusia, satu-satunya makhluk yang diberi nikmat akal, telah menyadari kekuatan dahsyat yang ditanamkan pada akal dengan segala nalarnya.

Dengan akal, manusia di masa-masa awal mampu melindungi diri mereka dari keganasan alam masa prehistori. Bahkan pada masa-masa sesudahnya, akal mampu mengantar manusia pada segenap temuan-temuan penting yang kelak menggenapkan manusia sebagai makhluk yang paripurna.

Nalar, mulai diagungkan sejak zaman filsafat Yunani Kuno, dimana akal sangat diagungkan dan dipercaya sebagai ‘juruselamat’ manusia dalam menghadapi segala problema. Bahkan Descartes menjadi masyhur berkat ucapannya ekstensialismenya yang paling terkenal, “Aku berpikir maka aku ada!”, tidak cukup sampai disitu, para penganut filsafat psikologis juga berduyun-duyun mendukung pengagungan akal yang katanya maha-tak-terbatas.

Adakah kekuatan nalar memang begitu hebatnya? Donald B. Calne menggambarkan dengan apik kegalauannya sebagai seorang neurolog terkemuka, dimana dia menanyakan kehebatan akal yang sudah diwartakan setua dengan umur manusia. Jika nalar memang hebat, mengapa nalar juga mampu mensponsori manusia dalan tindak kejahatan? Bahkan tidak sedikit daftar orang terkeji di dunia diisi oleh orang-orang yang terkenal sangat brilian di zamannya.

Hitler menjadi contoh paling tepat untuk menggambarkan sebuah kekejian pada sebuah zaman yang amburadul dan gelap. Pembantaian massal (holocaust) yang dilakukan selama dia menjabat telah menghilangkan jutaan orang dari sensus penduduk Jerman.

Kamp konsentrasinya yang terkenal menggambarkan kekejian yang mutlak dari seorang manusia yang berakal. Dimana para ilmuan dan ulama di Jerman pada masa kelam itu? Tak dinyana, ilmuan Jerman yang dikenal brillian itu malah menjadi pendukung utama Hitler dalam menjalankan aksinya. Bahkan persatuan dokter tercatat sebagai pendukung pertama Hitler dengan segala ideologinya.

Nalar, mungkin telah mengantarkan manusia kepada tingkatan paling digdaya, namun akal juga mampu mengajak manusia pada kerusakan yang belum terpikirkan sebelumnya. Dualisme akal ini juga merupakan kelemahan nalar yang paling utama. Nalar dinilai cukup mampu mengajak manusia pada kebaikan, namun akal tidak cukup mampu menjaga manusia berada di dalamnya. Ada kekuatan yang jauh lebih hebat yang mampu mengajak manusia kembali kepada fitrahnya. Kekuatan yang melebihi batas nalar. Kekuatan yang berdaulat atas semesta raya.

Bangsa Israel mungkin percaya akan kekuatan yang-maha-tak-terbatas itu, namun mereka tidak cukup mampu menundukkan akalnya untuk hanyut-syahdu dalam kelemahannya sebagai manusia. Bangsa yang terpilih menjadi epos terbesar yang mereka imani. Kesombongan dan arogansi telah menjadikan mereka sebagai agresor terbesar di muka bumi.

Nalar, entitas yang serba terbatas itu, tidak akan mampu menjelaskan fenomena para pejuang Hesbollah yang akan terus melawan dalam kekurangannya. Nalar juga tidak akan mampu menerangkan sikap ribuan relawan yang siap diterjunkan di Lebanon. Saat ini, bagi saya, nurani menjadi sangat penting!

Ayos Purwoaji
Mahasiwa Despro ITS

Berita Terkait

ITS Media Center > Opini > Nurani bagi Lebanon