ITS News

Selasa, 03 September 2024
17 Desember 2007, 20:12

Kuku Pancanaka

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Dalam kisah pewayangan, kuku pancanaka adalah senjata andalan Bimasena, selain dari gada Rujakpolo. Konon kata para dalang, kuku pancanaka ini tajamnya tujuh kali dari tajamnya pisau cukur. Entahlah, itu hanyalah kiasan dalam sebuah cerita pewayangan.Tak akan berpenjang lebar tentang deskripsi kuku pancanaka, namun kalau dilihat dari esensi ceritanya, "hakikat" kuku pancanaka hendaknya bisa kita pelajari sebagai warisan leluhur yang bernilai tinggi untuk bekal hidup ini.

Dalam kisah pewayangan, cerita dewa ruci adalah kisah yang konon menjadi inti pencarian jati diri kehidupan. Dalam cerita dewa ruci disebutkan bahwa saat itu Bima diperintah gurunya untuk mencari air suci kehidupan. Dengan sami\’na watha\’na (ketaatan) kepada sang guru Durna, Bima pun berangkat, walau banyak yang menghalanginya karena sang guru dikenal pendusta.

Sang guru mengatakan bahwa, air itu berada di dasar samudra. Dan tanpa ragu-ragu Bima terjun ke dasar samudra untuk mencari air suci tersebut. Hal ini menggambarkan bahwasanya kita seharusnya memiliki hati yang seluas samudra dalam menuntut ilmu,mudah memaafkan orang lain, dan tak ragu-ragu dalam menegakkan kebenaran.

Berbagai halanganpun menghadang perjalanan Bima. Dan puncak halangan tersebut adalah saat dirinya menghadapi ular naga yang amat besar. Dan bahkan ular itu telah berhasil melilit di tubuh Bima. Pesan yang ingin disampaikan dari episode ini adalah, dalam kehidupan ini banyak sekali halangan dan godaan yang datang. Mulai gemerlapnya kemewahan dunia, jabatan, dan sebagainya. Namun inti dari semuanya itu, sejatinya semuanya berasal dari diri kita sendiri, yaitu hawa nafsu kita yang dalam kisah dewa ruci digambarkan sebagai seekor ular. Tubuh bima telah dililit ular, tapi itu tak menyurutkan perjuangan Bimasena.

Dengan kuku pancanaka, ular naga yang melilit di tubuh Bima itu dapat ditaklukkan. Kuku pancanaka terbukti sangat ampuh dalam membantu perjuangan Bimasena. Beberapa penafsiran menyebutkan bahwa kuku pancanaka bermakna kukuh dalam lima waktu (panca=lima, naka=waktu). Pesan utamanya, teguh dalam melaksanakan dan menghayati sholat lima waktu adalah kekuatan kita paling utama dalam hidup ini.

Kenapa banyak orang shalat namun tidak merasa kuat? Karena ia tidak kukuh dalam menghayati shalatnya. Banyak orang shalat namun hanya menganggap itu hanya ritual, bahkan tak tahu apa arti bacaan Al Fatihah. Mulut berkomat-kamit, tapi tak tahu apa yang diucapkan. Allah sendiri telah memberitahukan bahwa shalat dapat mencegah diri dari perbuatan keji dan munkar . Namun karena kita lalai, "ular-ular" itu terus melilit tubuh kita.

Tiada perintah Allah SWT yang seketat shalat. Ibadah ini wajib dilaksanakan setiap Muslim dalam kondisi apa pun, selama nyawa masih menyatu dalam raga. Tidak mampu berdiri, boleh sambil duduk. Tidak mampu sambil duduk, silakan sambil berbaring. Maka tak heran, menurut hadits Nabi SAW, amal pertama yang akan dihisab di akhirat nanti adalah shalat. Jika shalatnya baik, tanpa cela, maka akan baik pula seluruh amal, jika shalatnya jelek, maka akan buruk pulalah seluruh amal.

Dengan shalat akan tercipta hubungan yang amat dekat dengan Allah SWT (taqarrub), sehingga terasa adanya pengawasan dari-Nya terhadap segala perilaku kita, yang pada gilirannya akan memberikan ketenangan dalam jiwa sekaligus mencegah terjadinya kelalaian yang dapat memalingkan dari ketaatan pada-Nya (QS. 51:56)

Semoga setiap muslim dianugrahi "Kuku Pancanaka" dalam mengarungi kehidupan ini. Sehingga ia akan menjadi muslim yang tangguh, setangguh bima. Semoga "ruh" shalat lima waktu selalu hinggap dalam jiwa-jiwa ini dan menjadikan pribadi yang kuat untuk dapat mengendalikan hawa nafsu. Amiin.

Dari berbagai sumber

Marji Wegoyono
Jurnalist ITS Online

Berita Terkait

ITS Media Center > Opini > Kuku Pancanaka