ITS News

Selasa, 03 September 2024
05 Mei 2009, 09:05

Apakah Indonesia Butuh The Dark Knight?

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Gotham City adalah kotanya para mafia. Kotanya para penjahat dari kelas teri sampai kelas kakap. Inilah mengapa kemudian muncul Batman. Manusia kelelawar yang hanya muncul malam hari untuk menumpas kejahatan. Pekerjaannya membantu polisi. Namun sebagian warga kota menganggapnya menyalahi aturan. Saat mafia masih saja berkeliaran di siang hari, Batman tak mampu berbuat apa-apa. Muncullah sosok pengacara bernama Harvey Dent. Sosok pahlawan baru “yang terlihat” dan mampu memenjarakan para mafia dalam film The Dark Knight.

Harvey Dent dianggap white knight-nya Gotham City. Meski Batman masih berperan atas sukses Dent, masyarakat lebih simpati pada Dent. Batman pun mendukung dan berencana pensiun. Sampai akhirnya datang Joker yang hobi mengacau kota. Tujuannya selalu mengacau kota. Dan kali ini Joker ingin mangacaukannya dengan menghancurkan Dent. Joker ingin membuat Dent menjadi penjahat dengan memanfaatkan emosinya. Dengan begitu tidak ada lagi white knight. Mafia pun akan bebas berkeliaran lagi. Gotham akan semakin kacau kembali.

Andai boleh mengumpamakan, Gotham adalah Indonesia. Mafia adalah koruptor. Sedangkan Harvey Dent adalah sosok Antasari dengan KPK-nya. Antasari memang bisa dianggap white knight Indonesia. Perannya di KPK cukup mendapat sorotan positif belakangan ini. Meski belum menyentuh koruptor kakap, kinerjanya harus diacungi jempol. KPK mengangkat namanya. Mau tidak mau atau suka tidak suka, nama Antasari pun menjadi ikon KPK. Bahkan mungkin turut mengangkat KPK. Bukan berarti KPK mati tanpa Antasari. Tapi ketokohannya dalam KPK telah disegani publik dan ditakuti koruptor.

Antasari penjarakan banyak koruptor tanpa memakai topeng. Dalam tubuh KPK, dialah sinar terang Indonesia setelah puluhan tahun dalam kegelapan korupsi. Namun saat sekali saja melakukan kesalahan apalagi dalam bentuk kriminal, habislah semua. Kepercayaan orang pun hilang. Antasari bukan KPK. Tapi banyak masyarakat menganggap KPK tak ubahnya Antasari.

KPK terasa lenyap bersama jatuhnya reputasi Antasari. “Mereka” mengambil yang terbaik dalam bentuk Antasari. Masyarakat pun seperti akan kehilangan harapan. Bukan masalah apakah Antasari bersalah atau tidak. Toh kita semua belum pula tahu kebenarannya. Tapi KPK yang harus menjadi korban dari kasus ini. Baik itu Antasari benar maupun benar-benar bersalah.

Kita pun tidak tahu pasti apakah ada yang ingin menghancurkan KPK dengan menjebak tokohnya, Antasari. Iya atau tidak, KPK sudah setengah hancur. Bukan pesimis, hanya terlihat sulit untuk memulihkan citra itu kembali. Karena kehadiran KPK selama ini juga atas dukungan masyarakat.

Di akhir film, Batman tidak ingin Joker menang. Harvey memang bersalah dan karena Joker, ia menjadi jahat. Namun Batman tak ingin masyarakat Gotham tahu bahwa white knight mereka menjadi jahat. Jika Harvey yang telah mati tetap menjadi white knight, namanya tetap bersih dan mafia pun tak akan bebas. Maka Batman menanggung semua. Semua kesalahan ditimpakan kepada Batman. Batman dianggap penjahat. Tapi dialah ksatria sebenarnya, ksatria kelam. The Dark Knight.

Antasari menjadi pembunuh. Koruptor senang. Bahkan sekarang mungkin ada yang merasa menang.
Apakah Indonesia membutuhkan The Dark Knight? Kalaupun iya, sepertinya sudah terlambat.

Emal Zain MTB
Mahasiswa Teknik Sipil ITS

Berita Terkait